Pegiat Sosial, BRIN dan DPD RI Gelar Seminar Tantangan Pembangunan Daerah Perbatasan 3T

Img 20240920 wa0006

Jakarta – Pegiat sosial politik,  Gregorius Matrecano bersama BRIN  dan DPD RI menggelar seminar dan rapat bersama menyoroti tantangan pemerintahan dan pembangunan di daerah perbatasan.

Seminar ini di buka ketua umum DPD RI Ir. H. AA La Nyalla Mattalitti bersama Prof. Siti Zuhro sebagai Peneiliti utama Pusat Riset Politik BRIN beserta selaluruh jajaran pemerintahan minggu kemarin di Jakarta.

Dalam forum kali ini, Matrecano minta Pemerintah harus fokus untuk mulai membangun dari daerah  terpelosok atau kategori daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T ).

“Realitas yang terjadi di perbatasan masih tertingal soal ekonomi, sosial dan politik. Padahal potensi sumber daya sungguh besar. Jadi harus ada afirmasi politik dan action dalam mencakup grand disgn sèrta road map jelas dari  pemerintah, merangkul semua elemen masyarakat untuk membangun daerah bersama sama, ” pintanya.

Menurut bung Reno, saat ini Indonesia  bukan lagi ada di massa penjajahan dan  situasi darurat atau sedang dalam zona perang. Namun yang patut disesalkan, masyarakat di wilayah 3T belum sejahtera baik dariaspek, infrastruktur, sekolah, jalan, air bersih dan listrik.

Dia berharap pemerintah dengan SDM yang memadai dan kompeten pada  masing masing bidang  mampu mengelolah berbagai aspek persoalan daerah 3 T terutama kesejahteraan dan kemajuan bersma.

” Rakyat juga harus cerdas dan kritis dalam demokrasi. Katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,tapi kok masih bisa ada oknum-oknum pejabat terlibat korupsi,  tanpa pengawasan rakayat, ” tanya Reno.

Kata Reno, rakyat harus  berpartisipasi dan mengawasi.

” Dengan ikut terlibat, masyarakat tidak hanya menjadi penerima hasil demokrasi, tetapi juga menjadi aktor yang memastikan proses berjalan benar dan sesuai aturan,” jelasnya

Reno mengakui, pengawasan partisipatif publik dapat meliputi pemantauan langsung di lapangan, pelaporan pelanggaran, hingga memberikan masukan terkait penyelenggaraan pemilu.

Untuk itu kata Reno, hanya melalui pendidikan politik, masyarakat diajak untuk memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

“Pendidikan politik yang ditanamkan dalam proses pengawasan partisipatif memberikan pemahaman  lebih mendalam tentang sistem politik dan mekanisme demokrasi, ” katanya.

Selain itu, kata Reno, melalui pendidikan politik juga masyarakat akan lebih kritis terhadap pilihannya dan lebih sadar akan dampak jangka panjang dari calon yang dipilih.

”  Proses demokrasi  transparan dan partisipatif cenderung melahirkan para pemimpin yang lebih akuntabel dalam memenuhi janji kampanye, terutama terkait isu-isu pembangunan daerah 3T seperti infrastruktur, layanan publik, dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya