Korea – Ketua IWPG Hyun Sook Yoon, dalam Rilis Pers yang diterima media ini, Minggu ( 22 / 9 / 2024 ) mengungkapkan, IWPG sukses menggelar Konferensi Perdamaian Perempuan Internasional tahun 2024 dengan tema, “ Pemimpin Perempuan Bertindak Demi Perdamaian,”
Konferensi yang berlangsung di Gapyeong, provinsi Gyeonggi-do, para pemimpin perempuan dunia berkumpul uuntuk membahas berbagi kasus perdamaian dan rencana aksi.
” Konferensi ini adalah sebuah wadah bagi perempuan untuk berbagi contoh terbaru dari kegiatan perdamaian di komunitas mereka untuk mengakhiri perang, ” Ujarnya.
Ketua IWPG bertekad mewujudkan pencapaian perdamaian, yang jauh lebih bermanfaat dibandingkan tahun lalu, dan mendorong partisipasi semua orang.
Kata Ketua IWPG, Hyun Sook Yoon implementasi’ sangat penting agar perdamaian dapat diwujudkan dalam institusi dan budaya yang praktis.
” Jika orang-orang dari semua sektor masyarakat memenuhi peran mereka, perdamaian dapat tercapai. Mohon untuk selalu berpikir, ‘ Apa yang dapat saya lakukan saat ini untuk perdamaian?, ” pintanya.
Diakui, konferensi tersebut dibagi menjadi dua bagian dan menjadi perhatian IWPG adalah, mengapa perempuan harus dilibatkan dalam upaya perdamaian? serta nempraktikkan perdamaian perempuan menjadi pemimpin perdamaian.
Direktur Femme Solidarity dari Australia, Sarah Chong, menegaskan pendidikan perempuan dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan sebagai tantangan bagi perempuan untuk menemukan hak atas perdamaian.
” Perempuan imigran dan pengungsi berjuang menemukan perdamaian serta keamanan, namun partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan bukan hanya masalah kesetaraan gender, namun juga penting untuk mencapai perdamaian berkelanjutan, ” jelas Chong.
Kata Chong, pemberdayaan perempuan melalui pendidikan sangat penting untuk membangun perdamaian yang berkelanjutan.
“ Pemberdayaan perempuan tidak hanya bermanfaat bagi perempuan secara individu, tetapi juga memiliki efek gelombang positif terhadap keluarga, komunitas, dan masyarakat, untuk mendorong gerakan menuju dunia yang lebih damai, ” terangnya.
Dia berharap pentingnya pendidikan perdamaian perempuan dapat dibujuk dalam konteks merangkul berbagai budaya.
Kepala Institut Penelitian Imigrasi dan Kebijakan Multikultural Korea, Profesor Jeong Jee-youn, mengakui transformasi menuju masyarakat multikultural tidak dapat dihindari, namun tidak banyak perhatian yang diberikan pada topik ini.
” Sekarang, inilah saatnya bagi kita untuk melepaskan diri dari pendekatan saat ini dan mengadopsi pendidikan multikultural yang berkelanjutan untuk membangun masyarakat yang langgeng dan damai, ” ujarnya.
Kata dia, tantangan yang muncul dari globalisasi tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan tunggal.
” Dalam hal ini, saya berharap Pendidikan Perdamaian Perempuan IWPG, y membahas toleransi (inklusivitas) dan rasa hormat sebagai pengabdian esensial warga negara yang damai, menjadi landasan bagi integrasi sosial dan perdamaian di era multikultural, ” harapnya.
Ibu Maria Theresa Royo Timbol, yang adalah Walikota Kapalong, Davao Del Norte dari Filipina, dalam pidato tentang Peta Jalan Perempuan untuk Penghentian Perang, berkisah tentang pengalamannya membangun Monumen Perdamaian IWPG ke-3 di Filipina bulan lalu.
” Saya membangun monumen tersebut dengan harapan dapat menjadi monumen perdamaian yang konkret bagi generasi sekarang dan yang akan datang, ” Tandasnya.
Kata dia, hal ini pasti akan memiliki efek riak pada perempuan dan kaum muda. Namun dirinya mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam inisiatif perdamaian IWPG sehingga perempuan akan lebih menghargai pentingnya keterlibatan mereka dalam kegiatan perdamaian.
Ibu Sanem Arikan, Direktur Jenderal Layanan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Turki, Kantor Hak Cipta, berbicara tentang berbagai upaya yang telah dilakukannya untuk mewujudkan perdamaian dunia.
Sebagai advokat, kata dia berbagai isu sosial, termasuk pemberdayaan perempuan dan anak, pencegahan kekerasan, serta pemberantasan narkoba, sudah diterima melalui pendidikan perdamaian IWPG dan dirinya mencoba menyebarkan budaya perdamaian dan meningkatkan kesadaran melalui kolaborasi dengan media, politik, dan akademisi.
Ibu Sanem Arikan percaya kalau pers, media sosial, pemimpin politik, seniman, dan tokoh masyarakat memainkan peran penting dalam menyebarkan budaya perdamaian.
” Saya percaya proses perdamaian berkelanjutan, dapat dicapai melalui kekuatan perempuan. Kita harus bela perempuan dan anak-anak yang dikorbankan dalam perang saat ini,” pintanya.
Joyelle Trizia Clarke, Menteri Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Aksi Iklim serta Pemberdayaan Konstituen Federasi Saint Kitts dan Nevis, menjelaskan, Ketik melibatkan lebih banyak perempuan sebagai pemimpin dan pengambil keputusan, memungkinkan pendekatan yang menyeluruh.
Dia mengusulkan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, memajukan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan, mendorong upaya pemeliharaan perdamaian di tingkat individu dan profesional, serta mendukung kelompok-kelompok yang rentan.
Penghargaan Prestasi Perdamaian IWPG diberikan kepada Ibu Rania Alam, dan Ibu Sanem Arikan serta Ibu Thandar Aung yang ditunjuk sebagai Duta Publisitas.
Ketua IWPG mengatakan dalam konferensi tersebut, para peserta juga menulis janji perdamaian mereka sendiri.
” Isi dari janji itu akan diumumkan pada konferensi tahun depan, ” katanya.
Kata Yoon, IWPG berencana untuk aktif bekerja di berbagai bidang agar kegiatan-kegiatan perdamaian, benar-benar dapat menjadi pelatihan untuk Pendidikan perdamaian.
” Konferensi tahun ini diadakan sebagai bagian dari peringatan 10 tahun KTT Perdamaian Dunia 18 September, yang diselenggarakan oleh Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL), sebuah organisasi kerja sama perdamaian IWPG, ” pungkasnya.