, , ,

Nahdlatul Ulama ( NU ) Maluku di persimpangan Jalan..?

Img 20240609 wa0019

Nahdlatul Ulama ( NU ) Maluku di persimpangan Jalan..?

( Oleh : Juni Tamsil Kilwo )

Mantan Wakil Ketua PWNU Maluku, yang saat ini Wakil Ketua PCNU Kota Tual

Kalau kita bicara soal Ormas terbesar di Indonesia yang bernama Nahdlatul Ulama ( NU ) khususnya yang ada di Maluku.

Masyarakat muslimnya adalah penganut faham Aswaja. NU ini kita bagaikan sebuah kapal,  penumpangnya penuh sesak orang-orang yang melakukan Tahlilan. Qunutan.Talqinan. wiridan. Maulidan.. dll.

Namun sekarang bila kita cermati dengan baik, sudah banyak penumpang  di Kapal NU sudah keluar, bahkan ada penumpang yang nekad loncat keluar dari kapal bahkan mungkin ex penumpang dari Kapal NU tersebut sekarang sudah naik di kapal lain dan menabrakan kapal baru mereka ke kapal lamanya yang juga pernah dinaiki atau di tumpangi  Al Marhum dan Al Marhumah nenek moyang dan leluhur mereka.

Kenapa, hal ini bisa terjadi, sebab para penumpang kapal NU banyak yang turun dari kapal besar tersebut?.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi ini yakni, para nahkoda (ketua) yang membawa kapal, bukan orang yang militan terhadap NU, mereka “tidak tau” sejarah terbentuknya NU tanggal 31 Januari 1926 di surabaya.

Mungkin juga Nahkodanya NU Maluku tidak tau baca Doa Qunut Subuh, mungkin, atau bisa juga tidak tau baca Doa Sawabah, bahkan juga tidak tau mebaca Kitab Barazanji, Saraful Anam, Debe dll.

Mereka juga pasti tidak tau kenapa ada Tahlil malam 1 malaikat, tanya apa malam 2,3,4,5,6 Malaikat tanya apa, sampai pada malam ke 7 biasa orang muslim Kei sebut malam putus.

Apa yang di maksud malam putus ? lalu disambung Tahlil malam 20. Keadaan mayat sudah bagaimana didalam kubur.

Malam ke 40 dan 100 keadaan mayat sudah bagaimana,  pastilah para nahkoda tidak mengetahui, belum lagi tentang Qunut subuh.

Mungkin mereka mengetahui hanya Dalil Doif, akibat Nahkoda NU Maluku tidak tau dalil, selain dalil Dhoif tersebut, belum kitab Barazanji dll.

Musyawarah Wilayah Nahdlatul Ulama (,NU Maluku ) hanya untuk perebutan sebagai Nahkoda, tapi tidak bisa bawa kapal ini dengan ilmu-ilmu Aswaja.

Perebutan sebagai Nahkoda untuk kepentingan bisa di hormati, bisa ikut Munas dll, bisa dijadikan SIM untuk naik sebagai kepala kantor, dan mempertahankan jabatan.

Dengan demikian orang yang calonkan diri atau mau dicalonkan harus punya keretaria, selain pernah ikut pelatihan dasar NU, harus orang penda’wah, bukan nahkoda yang pegang SK, tapi tidak pernah pegang kamudi.

Selain itu dia sebagai nahkoda harus mengetahui, ya paling tidak Bahasa Arab dan orang lapangan untuk sering menyampaikn Tausiyah tentang Aswaja.

Hal ini kalau tidak dilakukan, saya yakin para penumpang NU di Maluku bisa habis, lalu turun dari kapal satu per satu.

NU di Maluku, saat ini berada di persimpangan jalan, tidak tau mau jalan kemana kapal besar ini.

Orang yang menahkodai kapal besar ini mustinya jangan orang- orang birokrasi, apalagi birokrasi seperti Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kakanmenag di Kota dan Kabupaten.

Untuk level Ketua Wilayah NU Maluku, sudah pernah di jabat dua orang Kakanwil, namun NU Maluku mati suri, karena sebagai Kakanwil Agama, yang juga nanti jadi ketua wilayah NU sangat subyektif dalam pengambilan keputusan apapun, apalagi soal bantuan finansial bagi Ormas, dan proyek – proyek lain pastilah diberikan kepada orang – orang NU, walaupun tidak semua.

Lalu bagaimana dengan Ormas lain. Jabatan Kakanwil adalah untuk mengayomi semua Agama dan Ormas Islam maupun non Islam.

Kemudian selain syarat di atas, ada syarat tambahan yaitu seorang ketua Wilayah Nahdlatul Ulama harus jujur, taat beribadah ala Aswaja, terhindar dari sifat munafiq, terhindar dari isu Karopsi, terhindar dari isu Amoral ( Perselingkuhan ) dan terhindar dari KKN.

Hal ini agar lembaga yang di identikan Bintang sembilan didalam logonya dan gelaran Kiyai dan Gus akan menjadi Ulama.

Dengan demikian seseorang yang akan menjadi ketua NU Maluku khususnya, harus terbebas dari semua persoalan negatif, masih banyak orang – orang yang berfaham NU di maluku ini untuk di usung masuk menjadi ketua wilayah NU Maluku.

Ya, paling tidak Penumpang NU di maluku tidak ada lagi yang turun dari Kapal Ulama ini, agar penumpang para Nahdliyyin tidak turun dari kapal, apalagi turun baru menabrakan kapal baru mereka ke kapal yang pernah dia dan leluhur nya naik.

Seorang Ketua harus selalu berda’wah tentang penguatan Ajaran NU kepada masyarakat, karena selama ini seorang ketua wilayah dan Kab/kota hanya berteori di belakang meja saja, bahkan ada ketua PWNU dan PCNU yang malu ucapkan salam penutup Waulahul Muafieq ila Agwamiet Tharieq, bahkan juga malu memakai pakaian dan kopiah yang ada Logo NU.

Ucapan dan pakaian saja mereka tidak bisa sosialisasikan kepada masyarakat, apalagi Ajaran NU.

Sebagaimana yang telah kami singgung di atas, agar NU Maluku ini tidak berada di persimpangan jalan, maka calon ketua yang dari birokrasi murni ( Kepala kantor) berilah amanat ketua Wilayah NU Maluku kepada orang yang bisa turun lapangan membumikan Ajaran Aswaja kepada Masyarakat Maluku.

( Tulisan ini bermaksud untuk kembalikan NU Maluku, ke 1 jalan, jangan terus di persimpangan jalan). Waulahul muafieq ilaa agwamiet Tharieq, wass wrwb.