Pansus DPRD Minta Kejati Segera Audit PT BPT

Img 20231206 wa0040

Ambon, Tual News – Panitia Khusus (Pansus) Pengelolaan Pasar Mardika DPRD Provinsi Maluku meminta dan mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku (Kejati) untuk melakukan audit terhadap PT Bumi Perkasa Timur (BPT) atas dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan aset Pemerintah Provinsi Maluku berupa 140 ruko yang ada di Kawasan Pasar Mardika.

Desakan tersebut disampaikan Anggota Pansus DPRD Maluku, Amir Rumra, kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja lanjutan guna membahas segala persoalan perjanjian kerjasama antara Pemprov Maluku dan PT. BPT, Rabu (01/11/2023).

“Jadi Pansus bisa saja membatalkan perjanjian kerja sama itu. Kalau tidak, kita tetap memproses dan menyerahkan kepada Seksi Tindak Pidana khusus (Pidsus) agar dilakukan audit khusus terkait dengan sewa-menyewa berdasarkan perjanjian kerjasama antar pemprov dan PT. BPT,” tegas Rumra.

Politisi senior PKS ini, mengaku prihatin dengan penjelasan yang disampaikan pihak PT BPT sehari sebelum pertemuan ini dgelar.

” Nyatanya, hari ini mereka (PT BPT) menunjukan bahwa mereka bohong-bohongan terkait  data pembayaran sewa ruko yang dijanjikan akan disampaikan,” Kesalnya.

Kata Rumra,  semua catatan dari Pansus sejak awal sampai sekarang diharapkan adanya langkah maju.

” Kita melakukan langkah maju dan tetap berpihak pada masyarakat kecil. Masyarakat sementara menunggu kira-kira pansus punya rekomendasi seperti apa. Namun jangan sampai rekomendasi pansus lemah lagi ” ujarnya.

Rumra menyoroti PT. BPT yang menjelaskan kalau selama dua tahun hanya setor kurang lebih Rp 5 miliar ke Pemda Maluku.

” Padahal, jika dikalkulasi dan dihitung-hitung angka tidak segitu, lebih dari angka tersebut sebenarnya, ” Sorotnya.

Ketika audit khusus lanjutnya, pihaknya tahu jelas dan langsung melakukan pembatalan terhadap perjanjian kerjasama.

” Lantaran kalau dihitung-hitung tidak menguntungkan pemerintah dengan dana Rp 5 miliar yang diserahkan  PT. BPT, ” Ujarnya.

Calon Anggota DPR RI dari PKS untuk dapil Maluku ini mengakui, ada data-data yang dijelaskan pemilik ruko bahwa tidak sesuai dengan penjelasan dari PT. BPT.

” Hari ini mereka tidak hadir artinya mereka tidak menghargai lembaga ini. Kemungkinan besar kerjasama itu bisa dibatalkan yang penting kita bisa ikuti prosesnya. Ternyata semua tahapan yang dilakukan dengan Pemda,  ternyata mereka (PT. BPT) abaikan,” bebernya.

Dirinya menyayangkan sikap Pemprov Maluku yang tidak pernah melakukan evaluasi terkait persoalan ini, padahal sangat penting karena berkaitan  aset daerah.

” Bila pansus mengeluarkan rekomendasi tegas dan kalau diserahkan ke proses hukum maka diminta secara jelas untuk diaudit khusus pasti banyak hal yang akan ditemukan, ” Ungkapnya.

Sementara itu, sebelumnya, Kepala Biro hukum Setda Maluku, J. J Pietersz turut membeberkan besaran nilai sewa ruko yang telah diserahkan PT. BPT ke Pemda Maluku dan keabsahan perjanjian yang telah dilakukan oleh Pemprov dan PT BPT.

“Tahun pertama Rp 250 juta, tahun kedua Rp 4 miliar,” ujar Pietersz.

Selain itu kata dia, perihal perjanjian yang dilakukan Pemprov dengan PT BPT yang adalah perjanjian untuk pengelolaan aset milik negara dalam hal itu milik pemrov.

” Yang jadi landasan perjanjian ini adalah Permendagri No 19 tahun 2016 terkait pengelolaan aset. Memang kemarin disampaikan Pansus kalau pedoman perjanjian untuk Permendagri No 22, tetapi kami mendasari semua ini karena pengelolaan aset dan Setda sebagai pengelola aset, ” Terangnya.

Ditegaskan, pihaknya mendasari seluruh perjanjian dengan Permendagri No 19 tahun 2019.

” Dengan demikian selama ini kami menganggap bahwa dasar ini menjadi sah,  karena di dalam Permendagri 19 tahun 2016 pasal 78 itu ada 4 poin,” tandasnya.

Pada poin 4 tambah dia, menjelaskan kalau pengelolaan barang dari negara ke daerah saat ini tanpa persetujuan dari DPRD.

” Sehingga proses perjanjian yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan dan memang proses perjanjian ini didapatkan pada saat akhir masa perjanjian, ” Tegas Pietersz.

Dia mengaku, sebagai pimpinan biro hukum  bertanggung jawab untuk seluruh proses perjanjian yang dilaksanakan dan semuanya sudah berjalan.

” Ketika ada persoalan-persoalan yang terjadi,  saya kira ini efek dari perjanjian yang dibuat. Perlu kami tambahkan bahwa perjanjian ini hanya untuk 140 ruko. Jadi tidak ada bias,” katanya.

Berdasarkan informasi kata Pietersz, atau perkembangan yang terjadi ada juga (retribusi) lapak, ada juga sampah dan ada juga yang lain, namun  isi perjanjian,  jika ditelusuri hanya untuk 140 ruko.

“Demikian seluruh perjanjian ini hanya memberikan amanat bahwa 140 ruko merupakan barang milik daerah yang diperjanjikan dengan PT BPT dalam luasan 6 hektar dan berada di Pasar Mardika,” pungkasnya.