Tual News – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku, Kamis ( 2 /11/2023) menggelar sosialisasi dan diskusi publik, dengan tema, ” peningkatan akses pengaduan pelayanan publik masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara, ”
Kegiatan ini dihadiri ratusan peserta dari berbagai komponen masyarakat yakni OPD Malra, Kepala Ohoi, OKP, Ormas, LSM, Pers, Tokoh Perempuan dan Masyarakat.
Kegiatan sosialisasi dan diskusi publik yang berlangsung di Grand Vilia Hotel, menghadirkan tiga narasumber sebagai pembicara yakni Ketua Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku, Hasan Slamat, Wakapolres Malra, Kompol Izaac Risambessy S.Sos dan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional ( Kakantah) Maluku Tenggara, Petrus Saija, S.SiT.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku, Hasan Slamat , dalam pemaparan materi tentang Ombudsman dan pelayanan publik, mengungkapkan Ombudsman mengawasi BUMN, BUMD dan SKPD yang menggunakan dana APBN serta APBD.
” Hal ini bertujua mewujudkan negara hukum demokratis, adil dan sejahtera, dan mendorong penyelenggara negara serta pemerintah yang efektif, efisien, jujur, terbuka, bersih serta bebas KKN, ” Tandas Hasan Slamat.
Ketua Ombudsman Maluku mengaku, sebelum acara pembukaan kegiatan ini, dirinya berdiskusi bersama Wakapolres soal masalah tanah yang berakibat gangguan kamtibmas di bumi Larvul Ngabal.
Menurut Slamat, sudah saatnya semua komponen masyarakat mendorong DPRD terbitkan peraturan daerah ( Perda ) tentang masalah batas tanah desa / ohoi yang selama ini belum diatur.
Kata dia, pihaknya mendorong Kabupaten Malra untuk MOU bersama Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku, karena pekan depan Ombudsman akan tanda tangan MOU dengan Pemkot Tual dalam pencegahan maladministrasi.
Slamat menegaskan, apabila satu laporan yang masuk ke Ombudsman RI, para terlapor dipanggil tidak patut, pihaknya bisa menghubungi Kepolisian untuk panggilan paksa.
” Saya minta kalau ditemukan Kepsek makan dana BOS dan lakukan pungli, segera lapor ke Ombudsman, termasuk soal dana desa. Nama pelapor dijaga kerahasiaan, ” Terangnya.
Hasan menjelaskan, maladministsi bisa ke PTUN dan Ombudsman, apabilah ditemukan penyelenggara negara melakukan perilaku melawan hukum, melampaui wewenang, dan menyalahgunakan wewenang.
” Contoh maladmiistrasi Ombudsman yang dilaporkan, adalah soal penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, tidak kompoten, penyalahgunaan wewenang, permintaan imbalan, dan penyimpangan prosedur, ” Tegasnya.
Wakapolres Malra dalam materi soal pelayanan publik yang diselenggarakan Polres Maluku Tenggara, menggambarkan kondisi Polres Malra sebagai pecahan Polres Tual dan Malra.
” Personil kami sedikit, kantor saja belum secara resmi, namun dengan kondisi yang ada tetap laksanakan pelayanan publik kepada masyarakat, ” Jelasnya.
Menurut Risambessy, asas pelayanan publik untuk pelayanan kepolisian yakni kalau ada masalah kejahatan konvensional, ada surat yang tidak boleh ditinggalkan yaitu Surat Tanda Penerimaan Polisi ( STPL ).
” STPL punya fungsi kontrol atas laporan yang dibuat kepada Polres Malra, ” Pintanya.
Wakapolres Malra mengakui, masalah batas tanah di Maluku menjadi persoalan krusial.
” Saya Mantan Kasat Reskrim Polres Malra, sangat paham masalah tanah di Kepulauan Kei, walaupun punya satu marga, tapi tidak aman, ” Ujarnya.
Risambessy minta agar persoalan tanah di Maluku, termasuk di Maluku Tenggara kalau bisa tertulis secara resmi, agar ke depan anak cucu, tinggal ikut dan menjadi pegangan.
” Saya harap lewat BPN, kita menulis adat istiadat tentang tanah di bumi Larvul Ngabal, sebab tanah identik uang, satu marga atau keluarga terlibat konflik karena masalah tanah, ” harapnya.
BPN Malra Butuh Bantuan Kepo
Sementara itu, Narasumber Kepala BPN Malra, Petrus Saija, S.SiT, dalam paparanya mengaku secara institusi BPN dipantau Ombudsman RI dalam pelayanan publik.
Kata Saija, Kantor BPN Malra ada di dua wilayah administrasi pemerintahan, yakni Kabupaten Malra dan Kota Tual.
” Untuk peningkatan pelayanan publik, kami memiliki tujuh pelayanan prioritas dalam pelayanan secara langsung kepada masyarakat dan pelayanan berbasis digital melalui aplikasi yang diberi nama Fangnanan, ” Jelasnya.
Dia mengaku setiap saat , pihaknya dipantau Kementrian BPN / ATR dan setiap bulan diberikan reward sesuai SOP BPN.
Diakui, selama ini masyarakat ingin masalah tanah diselesaikan di BPN, namun di Maluku soal tanah sangat sensitif, sehingga sangat penting peran desa / ohoi bantu BPN untuk kerja sama.
Dalam sosialisasi dan diskusi publik ini, berkembang banyak sorotan peserta soal pelayanan publik di Kabupaten Maluku Tenggara, terkait masalah tanah, soal kelangkaan BBM mengakibatkan antrean kendaraan di SPBU, peran dan fungsi Raja serta Tokoh Adat, termasuk diskriminasi Kesbangpol Kabupaten Maluku Tenggara dalam pelayanan kepada OKP serta Ormas.