Ambon, Tual News – Pansus DPRD Provinsi Maluku kembali melakukan kunjungan ke Ruko pasar Mardika, Ambon, selasa (05/09/2023).
Kunjungan ini sebagai tindaklanjuti dari kerja Panitia Khusus (Pansus) Pasar Mardika, dipimpin Richard Rahakbauw.
Politisi Golkar ini mengaku, kunjungan ke pasar Mardika, untuk berdialog langsung dengan pemegang SHGB yang menempati 140 ruko.
Dari hasil dialog, kata Rahakbauw terkuak pungutan yang dilakukan PT Bumi Perkasa Timur ( BPT ) kepada pemegang SHGB mencapai Rp 1,2 miliar dengan jangka waktu 15 tahun.
“Ternyata diketahui pungutan dari PT Bumi Perkasa timur sebesar Rp1,2 miliar untuk jangka waktu 15 tahun. Jadi satu ruko Rp1,2 miliar, tetapi memang pembayarannya variatif, ada yang cicilan, ada baru bayar Rp 400 juta, Rp 700 juta, ada yang mungkin baru Rp 100 juta, tetapi ada juga BCA itu untuk 15 tahun mereka membayar Rp 2 miliar,” ungkap Rahakbauw.
Diakui, pihaknya belum menghitung total secara keseluruhan, perhitungan itu akan ke lapangan, setelah balik akan dihitung per ruko ditarik berapa banyak.
” Kalau Rp 1,2 miliar dalam jangka waktu 15 tahun, berarti 1 bulan Rp 100 juta, berarti 1 tahun 1,2 miliar, dikali 140 ruko, berarti total 168 miliar, ” Rincinya.
Rahakbauw mengakui, setelah berakhirnya kerjasama yang dilakukan PT Bumi Perkasa Timur dengan Pemda Maluku selama 30 tahun dari 1987 hingga 2017, ada pihak yang melakukan perpanjangan SHGB sebelum perjanjian kerjasama dilakukan dengan PT Bumi Perkasa Timur tertanggal 13 Juli 2022.
“Jadi, mereka sudah kontrak selama 10 tahun yaitu 2017-2027, namun pembayaran juga variatif. Pembayaran dilakukan berdasarkan pergub tahun 2021 yang variatif, biaya sewa Rp 8-22 juta/ruko, ” Terangnya.
Selain itu kata Rahakbauw, ada juga yang bekerjasama dengan PT Bumi Perkasa Timur menerobos, kemudian membuat kerjasama dengan PT Bumi Perkasa Timur yang variatif pembayaran 1 tahun Rp 75 juta.
Atas dasar tersebut, kata Politisi Golkar itu, PT BPT dari kerjasama Pemda hanya sebatas 140 ruko
” Tidak ada kaitan dengan punggutan retribusi sampah, maupun lapak-lapak di kawasan tanah milik Pemda, ” Ujarnya.
Rahakbauw menyoroti, kerjasama yang dilakukan tidak melalui persetujuan DPRD secara kelembagaan, sebagaimana rujukan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2018, turunan peraturan Mendagri Nomor 22 tahun 2020 tentang kerjasama daerah dengan daerah, dan kerjasama daerah dengan pihak ketiga.
” Dalam pasal 6 Peraturan pemerintah Nomor 28 tahun 2018, tentang kerjasama daerah, menerangkan persetujuan DPRD dapat dilakukan, apabila membebani masyarakat, daerah, dan belum dianggarkan dalam tahun anggaran berjalan, ” Tegasnya.
Atas hal ini, Rahakbauw sangat menyesalkan, sebab ini namanya membebani masyarakat ketika perjanjian kerjasama tanpa persetujuan DPRD.
” Praktek ini membebani masyarakat, atau pemilik ruko, bayangkan mereka tarik perbulan Rp 100 juta, harusnya melalui mekanisme pembahasan di DPRD, dan itu menurut ahli harus dibatalkan, atau batal demi hukum,”Sorotnya.
Rahakbauw memastikan, jika dari hasil kajian, dan pendapat ahli mengatakan itu tidak sah, atau ada perbuatan melawan hukum, DPRD mendorong kejaksaan untuk melakukan proses penyelidikan, dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi.
“ Itu akan kita kaji secara saksama, dan akan diputuskan dalam bentuk rekomendasi DPRD kepada Pemda, kita juga mendorong kepada aparat penegak hukum untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Jika ada dugaan tindak pidana korupsi, dan pungli terhadap perjanjian kerjasama yang dilakukan Pemda bersama PT Bumi Perkasa Timur, harus diproses hukum, ” pintah Rahakbauw.