Ambon, Tual News – Penyidik Ditreskrimum Polda Maluku melakukan gelar perkara kasus dugaan kekerasan seksual dengan terlapor Bupati Maluku Tenggara, berinisial MTH.
Perkara ini dilaporkan pelapor TSA, 21 tahun di SPKT Polda Maluku, tanggal 1 September 2023.
Gelar perkara tersebut dipimpin Irwasda Maluku, Kombes Pol Marthin Hutagaol.
Turut hadir Direktur Reskrimum, Kabid Humas dan pejabat lainnya beserta para penyidik, di Mapolda Maluku, Rabu (13/9/2023).
Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol M. Rum Ohoirat, mengungkapkan, sejak dilaporkan di SPKT Polda Maluku, perkara itu langsung ditangani sebagaimana laporan polisi lainnya.
Ohoirat menepis asumsi dan opini yang mengatakan Polda Maluku lambat, karena sejak awal penyidik PPA langsung bertindak berdasarkan protap dan tahapan penanganan kasus sesuai UU TPKS.
” Penanganan juga dilakukan melibatkan langsung dinas pemberdayaan perempuan dan anak yang menunjuk saudari Otte Patty sebagai pendampingan terhadap pelapor, ” Ungkapnya.
Kata Ohoirat, Kapolda Maluku sejak awal sudah mengingatkan dan menekankan agar semua ditangani dengan transparan, sesuai aturan hukum dan menghargai hak hukum baik pelapor maupun terlapor.
“Tentu keberhasilan pengungkapan kasus ini juga tergantung dari bagaimana keinginan dan kooperatifnya pelapor berdasarkan bukti-bukti yang cukup untuk bisa ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan,” katanya.
Menurut Ohoirat, setelah dilaporkan pelapor pada Jumat 1 September 2023, penyidik langsung melanjutkan dengan pemeriksaan visum et repertum di Rumah Sakit Bhayangkara Ambon.
” Pelapor selanjutnya dilakukan wawancara oleh penyidik, ” Bebernya.
Kata Ohoirat, esok hari, tanggal 2 September 2023, diterbitkan surat perlindungan sementara kepada pelapor yang berlaku selama 14 hari.
” Penyidik langsung melakukan perlindungan dan pendampingan kepada TSA, pelapor, ” Katanya.
Dia mengakui, sejak dilaporkan, Dirkrimum Polda Maluku langsung menerbitkan Surat Perintah nomor 392 tanggal 2 September 2023 tentang perlindungan dan pendampingan sementara kepada pelapor TSA.
” Penyidik kemudian setiap hari melakukan pendampingan,” kata Ohoirat.
Setelah itu, kata Ohoirat, penyidik melakukan beberapa hal, yakni pada Senin 4 September 2023, membuat administrasi penyelidikan, membuat surat undangan kepada empat saksi, dan penyidik berencana membawa pelapor melakukan visum psikiatrikum.
” Namun pelapor dalam kondisi sakit sehingga tidak dapat dilaksanakan, ” Jelasnya.
Selanjutnya kata Ohoirat, pada hari Selasa 5 September 2023, saksi-saksi yang diundang tidak memenuhi undangan.
” Penyidik juga membuat surat kepada RSKD Ambon untuk pelaksanaan visum psikiatrikum terhadap pelapor,” Terangnya.
Diakui, tanggal hari Rabu, 6 September 2023, penyidik kembali membuat undangan kedua kepada empat saksi untuk dimintai keterangan di Polda Maluku, Jumat 8 September 2023.
“Pada tanggal 6 September 2023, penyidik juga menerima surat permohonan pencabutan laporan polisi dari pelapor TSA,” ungkapnya.
Kendati demikian, kata Ohoirat proses penyelidikan terus berjalan.
” Pada Kamis 7 September 2023, penyidik menjemput pelapor untuk diantar menjalani pemeriksaan psikiatrikum (MMPI) di RSKD. Hasilnya invalid dan akan dilanjutkan tanggal 8 September 2023, namun pihak keluarga meminta untuk dilaksanakan tanggal 9 September 2023, ” Tegasnya.
Menurut Ohoirat, pada hari kamis itu penyidik menyerahkan undangan wawancara klarifikasi kedua kepada lima saksi dan pelapor.
” Dari undangan yang dikirim untuk diminta datang pada Jumat, 8 September 2023, hanya kakak kandung pelapor yang memenuhi undangan wawancara klarifikasi, ” Sesalnya.
Sementara pelapor dan orang tuanya, kata Ohoirat tidak hadir.
” Pemeriksaan kakak pelapor juga sudah dituangkan dalam Berita Acara Wawancara (BAW), ” Ujarnya.
Kemudian, kata Ohoirat, pada hari yang sama, yaitu jumat, kuasa hukum pelapor Malik Tuasamu menemui Kasubdit 4 Renakta Ditreskrimum Polda Maluku dan penyidik pembantu untuk menyerahkan surat pernyataan pelapor menolak melanjutkan pemeriksaan visum psikiatrikum.
” Di hari yang sama tersebut, penyidik juga menyampaikan undangan wawancara klarifikasi kedua kepada lima saksi dari pihak keluarga dan pelapor untuk hadir pada Senin, 11 September pukul 09.00 WIT, ” Tandas Ohoirat.
Diakui, penyidik juga berkomunikasi dengan keluarga pelapor terkait pemeriksaan ulang tes psikiatrikum pada Sabtu, 9 September 2023, namun menurut kakak kandung pelapor, adiknya itu (pelapor) tidak berada di rumah.
“Pada tanggal 11 September 2023, semua saksi dan keluarga pelapor tidak hadir memenuhi undangan klarifikasi kedua. Penyidik kemudian melakukan pengecekan dan didapati keterangan dari kakak kandung pelapor kalau pelapor dan ayahnya sudah berada di Ternate,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, Ohoirat mengaku penyidik memiliki sejumlah kendala diantaranya belum diperiksanya para saksi termasuk pemeriksaan tambahan kepada pelapor.
” Mereka tidak memenuhi undangan wawancara yang kerap dilayangkan penyidik, ” kata Ohoirat.
Disamping itu kata dia kendala lainnya yaitu belum dilanjutkannya pemeriksaan psikiatrum terhadap pelapor, karena pelapor melalui pengacara mengajukan surat pernyataan menolak dilakukan pemeriksaan psikiatrikum lanjutan.
” Hingga saat ini penyidik tidak dapat berkomunikasi dengan pelapor, karena pihak keluarga tidak mau mempertemukan. Sehingga sampai saat ini penyidik tidak mengetahui keberadaan pelapor, ” Ungkap Ohoirat.
Kabid Humas Polda Maluku menegaskan, penyidik sudah sangat maksimal dalam melakukan pendampingan terhadap pelapor.
” Namun penyidik juga mendapat hambatan dari ayah pelapor yang marah menolak pendampingan terhadap putrinya, ” Sesal Ohoirat.
Dijelaskan, hambatan dan tidak kooperatifnya pelapor dan keluarga pelapor juga dirasakan dan disaksikan langsung pendamping Otte Patty yang selama ini tergabung dan ikut langsung bersama penyidik dalam tim pengungkapan kasus ini.
Dalam memproses kasus tersebut, Ohoirat menegaskan penyidik juga memperhatikan ketentuan Undang-Undang TPKS yaitu pasal 22 yang menyebutkan, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim melakukan pemeriksaan terhadap saksi korban, tetap menjunjung tinggi HAM, kehormatan, dan martabat tanpa intimidasi.
“Polda Maluku merasa simpati kepada pelapor sebagai seorang wanita yang datang melaporkan kasus itu. Sejak awal kami sudah berusaha mengungkap kasus ini karena menghormati dan melindungi yang bersangkutan sebagai wanita yang mencari keadilan,” ujarnya.
Polda Maluku, lanjut Ohoirat, sedari awal ingin mengungkap kasus ini secara terang benderang. Namun Polda Maluku juga menyayangkan pelapor mencabut laporannya dan sudah tidak lagi kooperatif dalam proses-proses hukum yang sementara berjalan.
“Penyidik tetap menghormati hak pelapor, tetapi seharusnya kooperatif karena pelapor sendiri yang mengangkat kasus dan melaporkan secara resmi untuk ditindak lanjuti dan kemudian menjadi sorotan masyarakat luas, ” Tegasnya.
Ohoirat katakan, Polda Maluku mendorong agar pencabutan perkara tidak hanya melalui surat, namun juga hadir secara resmi baik pelapor dan keluarganya atau penasihat hukumnya ke Polda Maluku untuk dibuatkan berita acara pencabutan laporan agar jelas alasan pencabutan kasus tersebut.