Tual News – Kasus Dugaan Korupsi Cadangan Beras Pemerintah ( CBP ) Kota Tual tahun 2016 dan 2017, bukan lagi murni kasus hukum, namun sudah menjadi kasus politik.
Penegasan ini disampaikan orator aksi demo Gerakan Masyarakat dan Pemuda Anti Korupsi Kota Tual ( GEMPAR ), Ahmad Asatri dalam orasinya didepan Kantor DPRD Kota Tual, Selasa ( 11 /7/2023).
Menurut Asatri, kasus CBP Kota Tual diawali dari laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).
” Dalam gelar kasus CBP Kota Tual di KPK, saya hadir dan punya bukti dokumentasi hasil gelar perkara, KPK tidak dapat melanjutkan penanganan kasus ini, karena tidak layak ditangani, dan selanjutnya dilimpahkan kepada Bareskrim Mabes Polri, ” Ungkapnya.
Dia mengaku sejak kasus ini bergulir di Kepolisian, Bareskrim Mabes Polri menyerahkan kepada Polda Maluku, dan melaksanakan rangkaian pemeriksaan secara marathon, dengan meminta keterangan seratus saksi masyarakat, guna dimintai keterangan sebagai saksi kasus CBP, sejak kurun waktu tahun 2018 – 2019 sampai saat ini
” Ini kasus politik yang selalu dimainkan oknum – oknum tertentu, sebab ketika ada yang tidak dapat jabatan, dan proyek dari Walikota Tual, dia goreng kasus CBP, ” Sesalnya.
Kata dia, CBP diatur dalam Permensos Nomor 22 tahun 2019, yang menjelaskan keadaan darurat adalah keadaan kritis dan tidak menentu saat bencana yang dinyatakan Pempus atau pemerintah daerah mengancam kehidupan sosial masyarakat sehingga memerlukan tindakan cepat , tepat dan terukur melalui hak diskresi Kepala Daerah.
” Jadi bagi para pendemo yang nyatakan harus ada rilis BMKG, itu aturan dimana ? , sebab Walikota Tual keluarkan surat status keadaan darurat di Kota Tual, merespon permintaan masyarakat dan kepala desa kepada Camat, kemudian dilanjutkan ke Walikota Tual soal permintaan beras, disaat rakyat lagi susah di musim kemarau dan gagal panen, ” Jelasnya.
Diakui, didalam UU ketahanan pangan secara jelas menegaskan Kepala Daerah berkewajiban merespon permintaan masyarakat atas kondisi ketahanan pangan yang dialami.
” Selama ini CBP dimanfaatkan oknum – oknum tertentu untuk kepentingan politik. Bayangkan, ada yang tidak dapat jabatan, proyek dan pesan Whatsapp tidak dilayani Walikota Tual, dia buat aksi. Jadi ini murni kasus politik, ” Tegas Asatri.
Bahkan dirinya menyesalkan, oknum – oknum tertentu yang menggelar demo CBP Kota Tual sudah menikmati dan makan beras tersebut, baru kembali merongrong Pemkot Tual.
” Selanjutnya surat Bareskrim Mabes Polri kepada Polda Maluku dalam sidik kasus CBP, oleh Kemensos RI lewat Direktorat Perlindungan dan Jaminan Sosial sudah lakukan investigasi sejak tahun 2015, dan Inspektorat Kemensos tidak ada rekomendasi meminta pertanggungjawaban Walikota Tual atas CBP yang tersalur ke penerima manfaat, ” Terangnya.
Disamping itu, Asatri mempertanyakan CBP disalurkan semua Bupati dan Walikota di Provinsi Maluku kepada masyarakat terdampak rawan pangan dan bencana, namun Kota Tual yang dipersoalkan.
” Kenapa CBP Kota Tual yang dipermasalahkan, memangnya beras Tual yang sudah dimakan rakyat enak apa sekali.. ?, ” Tanya Ahmad Asatri.
Hal ini kata dia, menunjukan kalau kasus CBP Kota Tual, penuh dengan muatan kepentingan politik, untuk menjatuhkan harkat dan martabat Walikota Tual, Adam Rahayaan.
” Untuk itu saya ajak kepada keluarga penerima manfaat di Kota Tual yang sudah makan beras CBP, kalau ada lagi aksi demo, mari kita bersama – sama turun ke jalan untuk menuntaskan kasus ini, ” Ajak Ahmad Asatri.
Aksi demonstrasi Aliansi Gerakan Pemuda dan Masyarakat Anti Korupsi Kota Tual ( Gempar ) dilanjutkan di Kantor Kejaksaan Negeri Tual dan Polres Tual.