Ambon, Tual News – Sedikitnya 97.563 balita di Maluku berisiko terpapar stunting sebagaimana rilis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Fakta tersebut langsung mendapat sorotan dari Legislator setempat Samson Atapary.
“Kami menyayangkan penanganan stunting di daerah ini belum maksimal dan jumlah balita berisiko terpapar stunting cukup besar, yakni 97.563 balita, ” Sesalnya di Ambon, Rabu ( 14 /6/2023).
Olehnya itu kata dia, pihaknya coba mengundang mitra-mitra Komisi IV DPRD Maluku yang secara langsung punya program penanganan penurunan stunting, untuk mencari solusi bersama.
Samson mengaku, Dinas Kesehatan Maluku menjelaskan bahwa sebenarnya pemetaan akar masalah sudah jelas, namun ada kelemahan, karena belum terstruktur dan terorganisasi dengan baik termasuk intervensinya.
“Masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) masih jalan sendiri-sendiri, kita lihat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Maluku, dimana program mereka yang secara langsung berkaitan dengan penanganan stunting hanya Rp 175 juta,” bebernya.
Tetapi, kata Atapary, ada program yang anggarannya dialokasikan sebesar Rp 4 miliar diberikan kepada pengurus PKK Provinsi berlabel kegiatan penurunan stunting.
Namun kata dia, hal ini kalau dijelaskan sangat jauh dari apa yang menjadi kegiatan yang berkaitan langsung penurunan angka stunting.
“Karena sudah dianggarkan, kita minta Dinas PMD yang berkaitan dengan jambore PKK tingkat provinsi fokus kepada para istri kepala desa yang dikoordinasikan dengan BKKBN untuk desa-desa yang lokus stunting dan risikonya tinggi, didata para isteri kades yang juga Ketua Posyandu,” cetus Ketua Komisi IV DPRD Maluku ini.
Dikatakan, mereka harus diberikan pemahaman dan aspek penanganan stunting secara baik untuk kembali ke desa dan bersama Posyandu melakukan penanganan.
” Bila mereka sudah dilatih, pemda memberikan gelar duta parenting tingkat desa kepada mereka, ” Pintanya.
Menurut Atapary, sesuai regulasi, wakil gubernur adalah ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting (TPPS) tingkat provinsi dan wakil ketuanya dijabat Sekda, Kepala Bappeda, serta PKK.
” Namun faktanya, anggaran penanganan stunting itu lebih banyak diarahkan kepada PKK, sehingga ketua TPPS dan para wakil juga tidak bisa bergerak, ” Sorotnya.
Atapary mengaku tahun 2022, target penurunan stunting di Maluku sebesar 23 persen dari 28 persen, namun realisasinya hanya 26,2 persen.
” Tiba-tiba muncul lagi data balita berisiko stunting yang mencapai 97.563, dan itu berarti pada 2022 ke bawah yang penanganannya oleh bunda parenting provinsi Maluku gagal, ” Jelasnya.
Oleh karena itu, lewat rapat kerja ini, Komisi IV DPRD Maluku ingin mengefektifkan kembali TPPS provinsi dan gubernur harus melakukan koordinasi dengan para bupati dan wali kota, untuk berbagai program bantuan yang diberikan, seperti bantuan sembako untuk kelompok berkategori anak stunting.
Sementara itu, Plh Kadis Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh mengakui yang paling berpotensi terkena stunting adalah mereka yang masuk kategori garis kuning, kalau tidak ditangani akan masuk garis merah.
“Kemudian, TPPS menetapkan berbagai program untuk melakukan penanganan agar bayi-bayi ini tidak masuk garis merah lewat pendekatan spesifik Dinkes dan pendekatan sensitif oleh OPD lain yang masuk TPPS,” kata Meikyal.
Dia mencontohkan, ketersediaan air bersih, perumahan yang layak huni, hingga ketersediaan pangan masuk kategori pendekatan sensitif.