Ahli: Pandemi Bentuk Karakteristik Massa Baru. Penyelenggara Event Harus Waspada

Img 20221110 wa0016

Tual News- Berbagai tragedi dan insiden yang terjadi di sejumlah event, baik di dalam dan luar negeri dalam beberapa waktu terakhir, membuat penyelenggaraan acara yang melibatkan massa, menjadi sorotan, termasuk kapabilitas dan kesiapan even organizer. Terbaru, pada Jumat, 4 November 2022, penyelenggaraan konser NCT 127 di ICE BSD terpaksa dibubarkan akibat 30 penonton pingsan, setelah para penonton saling dorong hingga merobohkan pagar pembatas.

Sepekan sebelumnya, festival musik berdendang bergoyang yang digelar di Istora Senayan, akhir oktober juga kisruh karena kepadatan jumlah penonton yang melebihi kapasitas lokasi acara.

Dalam acara yang akhirnya dihentikan di tengah jalan itu, sejumlah penonton juga dikabarkan pingsan akibat berdesakan.

Tragedi yang lebih memilukan terjadi di perayaan malam Halloween di distrik Itaewon, Korea Selatan, di mana 156 orang meninggal dunia karena terimpit dan terinjak-injak massa.

Sebulan sebelumnya, di Stadion Kanjuruhan, Malang, 133 orang meninggal dunia karena kehabisan napas dan terimpit massa yang panik akibat adanya tembakan gas air mata.

Terlepas dari berbagai faktor penyebab aneka insiden dan tragedi itu, industri penyelenggaraan event kini menghadapi tantangan berat.

Manager Program S1 Event, Universitas Prasetiya Mulya, Hanesman Alkhair, dalam Rilis Pers yang diterima tualnews.com, mengatakan, saat ini para pelaku industri event organizer ditantang untuk terus berkreasi menjawab keinginan market yang mulai bangkit pasca-pandemi Covid-19.

“Di sisi lain, mereka juga harus lebih bersikap hati-hati dan teliti dalam menerapkan manajemen massa, terutama untuk penyelenggaraan acara yang melibatkan khalayak dalam jumlah besar,” ujarnya di Jakarta.

Hanes menilai, salah satu faktor munculnya berbagai kejadian di luar dugaan pada sejumlah perhelatan akhir-akhir ini, adalah tingginya antusiasme masyarakat untuk mendatangi acara keramaian, setelah hampir dua tahun lebih terkungkung pandemi.

“ Situasi pandemi telah membentuk kebiasaan manusia baru, yang kemudian membentuk karakteristik massa yang baru pula, ” jelasnya.

Hanes menambahkan, yang harus menjadi perhatian para penyelenggara event, termasuk hal lain yang tak kalah penting untuk dipahami pelaku industri event adalah pola konsumsi media sosial dan gadget pada masyarakat.

Dikatakan dari berbagai penelitian yang dilakukan para crowd scientist internasional, terlihat bahwa pola penggunaan gadget ini telah membentuk massa yang cenderung tidak awas terhadap situasi.

“Semua orang memakai ponsel pintar, tak terkecuali saat mereka mendatangi suatu acara keramaian. Perilaku orang-orang yang terlalu fokus dengan gadget, membuat mereka bisa kurang waspada terhadap situasi sekitar,” ujar Hanes.

Kata dia, tingginya animo masyarakat mendatangi event, ditambah dengan perubahan perilaku masyarakat saat ada di lokasi acara, membuat penyelenggara event harus melakukan berbagai penyesuaian.

“Event organizer harus bisa mengantisipasi hal ini dengan membuat skenario pengaturan massa yang sesuai standar dan detail, ” pintahnya.

Dalam skenario itu, menurut Harnes, manajemen risiko yang muncul dalam acara termasuk yang harus dipersiapkan dengan matang.

” Dua hal penting dalam manajemen risiko penyelenggaraan acara yang harus jadi prioritas adalah antisipasi atas munculnya density alias kepadatan massa, serta sudden movement, atau pergerakan tiba-tiba dalam kelompok massa, ” Tandasnya.

Diakui dua hal ini merupakan titik kritis yang bisa membuat sebuah acara menjadi tidak kondusif, sehingga perlu diantisipasi oleh seluruh stakeholders acara seperti event organizer, aparat keamanan, dan sebagainya.

Untuk mencegah timbulnya density, Hanes menjelaskan, para stakeholders sebuah event perlu membuat alur pergerakan pengunjung dengan sedemikian rupa. Misalnya, pemisahan antrean, penyekatan area penonton di sebuah acara festival atau konser musik, dan menempatkan lebih banyak petugas keamanan di titik-titik yang rawan terjadi kepadatan.

“Perlu ada pengaturan khusus agar tidak terjadi desak-desakan pada pengunjung, ” urainya.

Sedangkan, risiko sudden movement dalam sebuah acara, kata dia biasanya terjadi ketika ada suatu kejadian yang menarik perhatian khalayak. Misalnya turunnya hujan, kericuhan di satu titik, atau bahkan adanya informasi yang menarik perhatian massa dalam jumlah banyak –seperti pada kejadian di Itaewon, di mana sekelompok massa tiba-tiba bergerak setelah mendapatkan informasi adanya seorang pesohor di salah satu kafe di Itaewon.

“Pergerakan tiba-tiba itu bisa menimbulkan kepadatan. Dikaitkan dengan karakteristik masyarakat yang perhatiannya cenderung tersedot pada gadget, situasi ini bisa menimbulkan risiko kepanikan ketika terjadi desak-desakan dan dorong-dorongan,” ujar Hanes.

Dikatakan kondisi ini menjadi berbahaya karena massa yang tidak siap akan terimpit dan kesulitan untuk keluar dari situasi itu.

Peluang Industri Event ke Depan

Di luar aneka tantangan terkini penyelenggaraan event, Hanes juga memproyeksi, industri event di Tanah Air berpeluang untuk terus tumbuh dan semakin berkembang. Hal ini, kata dia, tercermin dari kian maraknya penyelenggaraan acara-acara tingkat internasional di Indonesia sepanjang 2022.

“ Di tahun depan juga kita akan menyelenggarakan berbagai acara tingkat internasional yang membuat posisi Indonesia akan semakin diperhitungkan sebagai negara tujuan event, ” Ungkapnya.

Sektor event yang menurut Hanes potensial untuk digarap para pelaku industri pada tahun depan adalah acara-acara yang berkaitan dengan olah raga, seperti sports events dan sports tourism; meeting, incentive convention, and exhibition (MICE), serta festival musik.

“Khusus untuk festival musik, penyelenggara event kini harus mampu menggali konsep baru yang bisa memberikan pengalaman lengkap kepada pengunjung. Sektor ini juga sangat potensial untuk dikembangkan dan berevolusi menjadi acara yang lebih dari sekadar festival musik,” Paparnya.

Namun, Hanes menganjurkan, demi menjaga iklim industri event tetap kondusif, dan menjamin agar penyelenggaraan berbagai event bisa lebih aman dan nyaman, perlu ada semacam langkah bersama yang dilakukan kalangan akademis, praktisi dari kalangan industri, aparat keamanan, hingga pemerintah daerah dan para stakeholders.

ia menambahkan, perlu menyesuaikan berbagai aspek dalam penyelenggaraan acara, terutama soal manajemen massa, tren, preferensi, dan behavior masyarakat selepas pandemi.

“Perlu ada dialog bersama untuk menyusun pendekatan baru penyelenggaraan kini harus mampu menggali konsep baru yang bisa memberikan pengalaman lengkap kepada pengunjung. Sektor ini juga sangat potensial untuk dikembangkan dan berevolusi menjadi acara yang lebih dari sekadar festival musik, ” Jelasnya.

Namun, Hanes menganjurkan, demi menjaga iklim industri event tetap kondusif, dan menjamin agar penyelenggaraan berbagai event bisa lebih aman dan nyaman, perlu ada semacam langkah bersama yang dilakukan kalangan akademis, praktisi dari kalangan industri, aparat keamanan, hingga pemerintah daerah dan para stakeholders.

ia menambahkan, perlu menyesuaikan berbagai aspek dalam penyelenggaraan acara, terutama soal manajemen massa, tren, preferensi, dan behavior masyarakat selepas pandemi.

“Perlu ada dialog bersama untuk menyusun pendekatan baru penyelenggaraan event di Indonesia. Karena, potensi industri ini sangat besar, market-nya juga belum tergarap maksimal. Sehingga perlu ada pembaruan dalam penyelenggaraan event di Indonesia, agar industri ini bisa terus tumbuh dan semakin maju,” kata Hanes.

Prasetiya Mulya sendiri, melalui Jurusan S1 Event yang beroperasi sejak 2015, memiliki banyak kajian dan penelitian mengenai berbagai aspek dalam penyelenggaraan event, termasuk mengenai manajemen risiko dalam sebuah acara.

Hal lain yang juga menjadi keunggulan jurusan ini ialah eksplorasi dan pengembangan konsep acara yang hasil kreativitas para mahasiswa.

Mahasiswa juga diberikan kesempatan berinteraksi dengan para pelaku pelaku industri sejak awal proses pembelajaran, dalam bentuk project magang maupun kuliah tamu.

Hal ini guna mempersiapkan mahasiswa memiliki pengetahuan, wawasan dan kemampuan yang komprehensif saat terjun di industri.

“Belakangan kami tengah mengembangkan konsep immersive experience dalam sebuah event, di mana pengunjung bisa mendapatkan pengalaman lengkap sejak awal hingga mereka meninggalkan lokasi acara. Tentu didalamnya juga dibahas mengenai konsep keamanan dan kenyamanan,” ujar Hanes.

Diakui sejak berdiri hingga sekarang, pihaknya juga rutin duduk bersama dengan para pemangku kepentingan industri event, di tingkat nasional maupun internasional.

Tentang Universitas Prasetiya Mulya

Universitas Prasetiya Mulya adalah pelopor program MBA dan sekolah bisnis terkemuka di Indonesia.

Lembaga ini didirikan pada tahun 1982 oleh para pemimpin bisnis ternama di masa itu, dengan visi misi Prasetiya Mulya untuk menjadi pusat pembelajaran yang baik bagi para wirausahawan, profesional, dan peneliti bisnis.

Pada tahun 2005, mengawali dibukanya program sarjana, Universitas Prasetiya Mulya kembali menegaskan dedikasi para pendirinya untuk mendidik wirausaha muda Indonesia.

Sejak saat itu, pendaftaran mahasiswa setiap tahun menunjukkan angka yang terus meningkat dan sebagai konsekuensinya, dibutuhkan lebih banyak ruang.

Di penghujung tahun 2009, Universitas Prasetiya Mulya mulai membangun kampus kedua dengan luas total 8 hektar yang terletak di BSD City Kavling Edutown I.1, Jl. BSD Raya Utama, BSD City.

Kampus BSD menawarkan suasana belajar yang menyenangkan, jauh dari kemacetan Jakarta, didukung dengan fasilitas kampus yang unggul. Kampus baru yang dibangun khusus untuk melayani mahasiswa sarjana dengan lebih baik dan lebih kreatif melambangkan komitmen Universitas Prasetiya Mulya untuk menawarkan standar keunggulan tertinggi dalam pendidikan dan penciptaan wirausahawan sukses dan profesional bisnis.

Di awal tahun 2016, Prasetiya Mulya bertransformasi menjadi universitas masa depan, menjawab tantangan abad 21 yang beragam dan menjadi pionir universitas ganda dan kolaboratif di Indonesia.

Universitas Prasetiya Mulya telah menyadari pentingnya kolaborasi ilmu terapan, dengan mendirikan School of Applied Science, Technology, Engineering and Mathematics (STEM) dengan School of Business and Economics (SBE).

( Redaksi Media Tual News)