Tual News – Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo, S.H, M.H secara resmi meningkatkan status kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) pengadaan dan operasional pesawat Cesna Grand Caravan dan helikopter Airbus H-125 Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika, tahun anggaran 2015 hingga 2022 sebesar 85 milyar dari tingkat penyelidilkan ke penyidikan.
Berdasarkan Rilis Pers Kejati Papua yang diterima Media Tual News, sabtu ( 27/8/2022 ) menyebutkan Pemerintah Kabupaten Mimika bermaksud membeli pesawat dan helicopter dengan tujuan memberikan pelayanan angkutan masyarakat dan logistik ke pedalaman Papua khususnya daerah Kabupaten Mimika.
Namun kata Kejati Papua, dalam proses pengadaan pesawat dan helicopter yang dianggarkan melalui Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2015 pada APBD murni sebesar Rp. 79.208.991.200,- kemudian dilakukan penambahan anggaran pada APBD perubahan sebesar Rp. 85.708.991.200,- terindikasi terjadi praktek KKN.
Menurut Kejati Papua dari pool paket data penyidik Kejaksaan Tinggi Papua, menemukan indikasi dugaan KKN yang diduga dilakukan Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2015 berinsial JR.
Kejati merinci, Kadis Perhubungan Mimika JR yang mengadakan Kontrak dengan PT. Asian One Air tentang pengadaan dan operasional Pesawat Terbang dan Helicopter Nomor : 050/536 dan Nomor : 008/MOU-AOA/VI/2015 tanggal 17 Juni 2015 dengan nilai kontrak awal sebesar Rp. 79.208.991.200,- .
” selanjutnya dilakukan Addendum II Nomor : 050/1026 tanggal 14 September 2015 untuk penambahan biaya sebesar Rp. 6.500.000.000,- sehingga jumlah total nilai kontrak menjadi Rp. 85.708.991.200 ,-” Ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi Papua.
Dikatakan, rincian pembelian pesawat dan helicopter adalah sebagai berikut :
- Pesawat terbang Cessna Grand Caravan C 208B EX Rp. 34.015.415.000,-
- Helicopter Airbus H125 termasuk mobilisasi (feery flight) Rp. 43.890.000.000,-
- Mobilisasi pesawat terbang Cessna Grand Caravan C 208B EX dari Wichita USA ke Singapura Rp. 530.670.000,-
- Pengadaan dan pemasangan AP, STOL sesuai quete number :0615-2CS Rp. 477.589.700,-
- Biaya pra operasi Rp. 295.316.500,-
- Penambahan biaya (Addendum II) Rp. 6.500.000.000,-
Selanjutnya kata Kejati Papua, dilakukan pembayaran pesawat dan helicopter masing – masing, sesuai SP2D nomor : 13/07/2015 04188/SP2D-LS/DDL/1.07.01.01/2015, dengan uang muka 20 % sebesat Rp. 15.841.798.240,-
Pencairan anggaran berikutnya, dengan SP2D nomor : 29/09/2015 06871/SP2D-LS/DDL/
1.07.01.01/2015 Termin I 70 % sebesar Rp. 39.604.495.600,- dan SP2D nomor : 23/12/2015 13621/SP2D-LS/DDL/
1.07.01.01/2015 Termin II 30 % sebesar Rp. 30.262.360,000,-
” jumlah total pencairan anggaran sesuai SP2D sebesar Rp. 85.708.991.200,- ” ujarnya.
Kejati Papua meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan, karena diduga terjadi penyimpangan keuangan negara dalam pengadaan helikopter Airbus H125 sebesar Rp. 43.890.000.000,- (USD $ 3.300.000) menggunakan ijin impor sementara yang membuat status helicopter ini masih belum jelas karena membutuhkan re-ekspor setiap 3 tahun sekali.
Akibat dari perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan, kata Kejati Papua, tujuan pengadaan pesawat dan helicopter untuk melayani masyarakat dan Pemerintah Kabupeten Mimika belum sepenuhnya terpenuhi.
” termasuk membebani Pemerintah Kabupaten Mimika untuk menyediakan spare part, suku cadang, dan pembayaran asuransi, ” Terang Kondomo.
Selain itu menurut Kejati Papua, tim penyidik juga menemukan adanya hasil operasional yang belum dibayar pihak PT. Asian One Air sebesar Rp. 21.848.875.000,-.
Hampir dipastikan tersangka kasus ini akan segera ditetapkan Kejaksaan Tinggi Papua.
( Redaksi Media Tual News )