Laporan Pertemuan 2nd FMCBG G20 yang dipimpin Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati

Menteri keuangan sri mulyani

Indonesia didapuk menjadi presiden dalam perhelatan forum internasional G20 tahun 2022, atau disebut dengan Presidensi G20 Indonesia. Kalimat di atas merupakan bagian dari amanat yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, dalam acara G20 1st Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) pada 17-18 Februari 2022 yang dilaksanakan Jakarta [2]. FMCBG sejatinya merupakan pertemuan antara menteri keuangan dan gubernur bank sentral anggota G20 dimana agenda pembahasan umumnya mengenai exit strategy untuk mendukung pemulihan ekonomi, upaya mengatasi dampak pandemi Covid-19, inklusi keuangan, sistem pembayaran era digital dan keuangan berkelanjutan (sustainable financing) serta perpajakan internasional.[3] Forum FMCBG merupakan bagian dari agenda Finance Track. Finance Track adalah jalur pembahasan dalam fórum G20 yang berfokus pada fokus isu keuangan, antara lain: kebijakan fiskal, moneter dan riil, investasi infrastruktur, regulasi keuangan, inklusi keuangan dan perpajakan internasional.[4]

Fokus Pertemuan 2nd FMCBG

Melalui dukungan penuh dari seluruh negara anggota G20, Presidensi G20 Indonesia telah selesai dan sukses melaksanakan rangkaian lanjutan acara G20, yaitu pertemuan resmi kedua FMCBG (Pertemuan 2nd FMCBG) pada tanggal 20 April 2022 bertempat di Washington DC, Amerika Serikat. Sama seperti format acara sebelumnya, Pertemuan 2nd FMCBG dilaksanakan secara hybrid, yaitu secara offline dan virtual. Konsentrasi pembahasan Pertemuan 2nd FMCBG adalah melanjutkan pembahasan pada pertemuan sebelumnya di Februari 2022 di Jakarta, dengan fokus pada empat agenda utama, yakni 1) prospek ekonomi global dan risikonya; 2) isu kesehatan global; 3) arsitektur keuangan internasional; dan 4) keuangan berkelanjutan.[5]

Kehadiran Ukraina dan Aksi Walk-Out dalam Pertemuan 2nd FMCBG

Ada yang berbeda pada perhelatan kedua FMCBG kali ini, atas undangan Kepresidenan Indonesia, Pertemuan 2nd FMCBG juga dihadiri secara langsung oleh Menteri Keuangan Ukraina juga turut serta organisasi regional dan internasional. Perwakilan dari negara Rusia juga turut hadir dalam pertemuan ini walau secara virtual.

Kehadiran Rusia dalam Pertemuan 2nd FMCBG memicu perwakilan tiga negara anggota, yaitu: Amerika Serikat, Inggris dan Kanada untuk mengambil sikap walk-out ketika perwakilan Rusia menyampaikan intervensinya dalam forum. Tindakan tersebut diambil sebagai bentuk protes invasi Rusia atas Ukraina. Menanggapi hal tersebut, melalui konferensi pers, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Presidensi G20 Indonesia juga telah mengantisipasi hal ini dengan sejumlah skenario, terutama antisipasi sikap negara G7 atas kehadiran Rusia dalam forum.  Lebih Lanjut lagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa aksi tersebut tidak mengherankan, namun dapat dipastikan aksi tersebut dilakukan tanpa mengganggu acara Pertemuan 2nd FMCBG serta tidak menimbulkan masalah selama diskusi forum berlangsung yang berkaitan dengan substansi itu sendiri. Kehadiran seluruh negara anggota G20 (termasuk Rusia) dan Ukraina sebagai negara undangan Presidensi G20, menjadi penting karena seluruh negara anggota mempunyai hak untuk menyampaikan pandangannya masing-masing utamanya mengenai permasalahan ekonomi global dan penanganannya.[6]

Menyikapi perang di Ukraina, anggota negara G20 menyatakan keprihatinan yang mendalam atas krisis kemanusiaan yang kini tengah terjadi di Ukraina dan menyampaikan secara tegas agar invasi terhadap Ukraina segera diakhiri. Selain itu, anggota G20 juga berpandangan bahwa tindakan perang di Ukraina tidak sesuai dengan prinsip dan semangat forum G20 dan lebih lagi akan semakin menghambat proses pemulihan ekonomi global, khususnya untuk negara-negara rentan dan memiliki PDB rendah yang juga tengah menghadapi tantangan-tantangan pemulihan pasca pandemic covid 19, keterbatasan akses atas vaksin dan ketidakmerataan pendistribusiannya, keterbatasan ruang fiskal dan kerentanan utang yang tinggi. Begitu besar biaya yang harus ditanggung oleh negara-negara tersebut akibat dari perang Ukraina.

Pertemuan 2nd FMCBG Mencapai Konsensus

Sebagai pimpinan dalam pelaksanaan Presidensi G20 saat ini, Indonesia melalui Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia memimpin pembahasan untuk meraih konsensus atas isu-isu penting yang mempengaruhi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi global. Lebih lanjut lagi, melalui konferensi pers yang diadakan Menteri Keuangan menyampaikan bahwa anggota G20 menekankan peran krusial G20 sebagai forum kerja sama ekonomi internasional yang strategis dan berpengaruh untuk mengatasi tantangan ekonomi dunia yang kompleks. [6]

Dengan latar belakang ini, anggota G20 juga mendukung langkah penyesuaian agenda yang sedang berlangsung dan memperbaharui komitmen dan exit strategy guna mewujudkan perannya dalam mengatasi dampak ekonomi dari perang, mempertahankan komitmen untuk mengatasi tantangan global, serta memimpin dunia kembali menjadi lebih inklusif, seimbang, dan kuat secara berkelanjutan. Para Menteri dan Gubernur negara G20 memiliki perspektif beragam dan sangat produktif serta menyepakati serangkaian komitmen atau konsensus pada Pertemuan 2nd FMCBG ini.

  1. Prospek ekonomi global dan risikonya (global economic outlook and risks)

Pemulihan ekonomi global pasca dampak dari pandemi covid 19 dan ketegangan geopolitik sedang berlangsung namun berjalan dengan lambat dan tidak merata (baik di seluruh dan di dalam negara G20) serta munculnya risiko dan tantangan dalam pelaksanaannya. Kesepakatan Anggota G20 dari pembahasan terkait prospek ekonomi global dan risikonya adalah perang dan tindakan yang menyertainya telah dan akan terus menghambat proses pemulihan ekonomi global, khususnya tentang terkait dengan inflasi harga pangan dan energi. Negara berpenghasilan rendah sangat rentan terdampak. G20 memiliki peran yang sangat krusial sebagai forum kerja sama ekonomi internasional untuk aktif dalam mencari dan mengimplementasikan alternatif solusi atas tantangan ekonomi global yang beragam dan kompleks saat ini.

Konflik telah membuat pertumbuhan ekonomi global serta pemulihan jauh lebih menantang dan kompleks serta melemahkan upaya yang tengah dilakukan untuk menangani masalah kesiapsiagaan dan respons pandemi (pandemic preparedness and response/PPR), utang yang tinggi di negara-negara miskin (vulnerable countries) serta mitigasi perubahan perubahan iklim. Para Menteri dan Gubernur menegaskan dukungannya terkait dengan fokus G20 yang sedang berlangsung pada penyelesaian isu-isu di atas serta isu prioritas lainnya, termasuk perpajakan internasional.

Anggota G20 menyadari bahwa adanya tekanan inflasi yang lebih luas dan berkelanjutan akan menggiring bank sentral menaikkan suku bunga sehingga berdampak pada pengetatan likuiditas global yang lebih cepat dari perkiraan. Dibutuhkan implementasi kebijakan dan komunikasi yang lebih tinggi terkait hal ini guna mendukung exit strategy pemulihan ekonomi.

  1. Isu kesehatan global (global health issues)

Pertemuan ini juga fokus untuk memaksimalkan kontribusinya dalam penguatan arsitektur kesehatan global yang berfokus pada penguatan pembiayaan PPR yang memadai dan berkelanjutan. Pada dialog yang membahas isu-isu kesehatan global, konsensus anggota G20 mencapai kesepakatan dan berbagi pandangan yang sama bahwa peningkatan infeksi Covid-19 di beberapa negara telah mengakibatkan gangguan supply chain yang berkepanjangan dan memicu tekanan inflasi, sehingga memperburuk pemulihan ekonomi global. Sebagai langkah antisipatif, tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi tetap menjadi prioritas bagi Anggota G20.

Para Menteri dan Gubernur Bank Sentral juga menggarisbawahi hasil penilaian WHO dan Bank Dunia (World Bank) tentang adanya kesenjangan pembiayaan signifikan atas PPR yang perlu segera mendapatkan perhatian dari forum G20. Anggota G20 mencapai konsensus tentang perlunya mekanisme pembiayaan baru untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan PPR dengan mengimplementasikan Financial Intermediary Fund (FIF) sebagai opsi pembiayaan baru sesuai dengan hasil penilaian WHO-WB. Terkait hal ini, diperlukan pembahasan level teknis antara anggota G20 dan WHO-WB terkait dengan pengembangan, operasional dan tata kelola penerapan FIF dengan target penyelesaian sebelum bulan pertemuan tingkat menteri kesehatan bulan Juni 2022. Anggota G20 perlu memfokuskan pembahasan dan koordinasi lebih lanjut terkait mekanisme implementasi PPR.

  1. Arsitektur keuangan internasional (international financial architecture)

Pada agenda pembahasan arsitektur keuangan internasional isu perlambatan pemulihan ekonomi yang disebabkan karena varian baru COVID-19 dan ketegangan geopolitik dunia kembali menjadi trigger yang memperkuat G20 untuk memfokuskan ambisi kolektif dalam upaya peningkatan ketahanan arsitektur keuangan internasional dan menegaskan kembali dukungan bagi negara-negara berpenghasilan rendah, terutama bagi negara yang rentan dari kesulitan utang. Secara spesifik, Anggota G20 mendesak pembentukan Komite Kreditur untuk Zambia dapat dilakukan secara tepat waktu. Anggota G20 menyampaikan keprihatinan atas lambatnya progres penerapan kerangka kerja bersama dan menyerukan agar langkah selanjutnya lebih tepat waktu, teratur, dan dapat diprediksi.

Anggota G20 menyambut baik pembentukan Resilience and Sustainable Sustainability Trust (RST) dan mendorong pemenuhan komitmen kontribusi sukarela dana global sebesar $100 miliar untuk dapat dipenuhi dan didistribusikan ke negara-negara yang membutuhkan di tahun 2022. Anggota G20 mengakui peran penting Multilateral Development Banks (MDB) untuk mendukung pembiayaan pembangunan di negara-negara yang rentan dan sebagai katalis partisipasi sektor swasta. Untuk itu, penyelesaian review independent expert atas MDB’s Capital Adequacy Framework dapat disegerakan.

Para Menteri dan Gubernur juga berbagi pasangan untuk menjaga stabilitas ketahanan keuangan dan penguatan aliran modal (capital flows) yang berkelanjutan serta menegaskan Kembali komitmen Anggota G20 untuk penguatan dan efektifitas jaring pengaman keuangan global (global financial safety net) dengan menempatkan IMF sebagai pusatnya. Untuk itu, reformasi penguatan tata kelola IMF perlu diselesaikan paling lambat pada 15 Desember 2023. Sinergitas implementasi kebijakan yang terkalibrasi dengan baik antar negara Anggota G20 diperlukan untuk menjaga kesinambungan aliran modal.

  1. Keuangan yang berkelanjutan (sustainable finance)

Selanjutnya, kesepakatan para Menteri dan Gubernur Bank Sentral pada pembahasan di sesi agenda keuangan yang berkelanjutan adalah bahwa para Menteri dan Gubernur Bank Sentral menggarisbawahi keuangan yang berkelanjutan adalah kunci untuk mewujudkan pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh dan inklusif dimana hal ini juga menjadi pencapaian Agenda G20 2030: Sustainable Development in line with UNFCCC and Paris Agreement. UNFCCC adalah konvensi internasional dalam isu lingkungan untuk mendukung respons global terhadap ancaman perubahan iklim, juga merupakan nama dari sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas menjalankan konvensi ini. [7] Paris Agreement adalah kesepakatan negara dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca dan bergerak aktif mencegah terjadinya perubahan iklim. Indonesia termasuk negara yang menandatangani Paris Agreement pada tanggal 22 April 2022 di New York. [8]

Para Menteri dan Gubernur Bank Sentral juga menyampaikan pandangannya terkait dengan panduan strategis dalam pengembangan keuangan yang berkelanjutan, yaitu dengan cara antara lain:

  • Menyusun kerangka kerja sukarela dan tidak mengikat untuk transisi keuangan.
  • Meningkatkan kredibilitas dan komitmen lembaga keuangan negara dan mengembangkan perangkat kebijakan yang berfokus pada cara-cara peningkatan instrumen keuangan yang berkelanjutan dengan fokus pada peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan
  • Pentingnya meningkatkan fasilitas de-risking dan mengeksplorasi instrumen keuangan berkelanjutan di luar penerbitan obligasi dengan mempetimbangkan kesesuaian dan kebutuhan masing-masing negara anggota.
  • Pencapaian keuangan yang berkelanjutan dapat diwujudkan dengan memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah.

Penutup

Keberhasilan Indonesia dalam menghelat rangkaian acara G20 hingga kini mendapatkan apresiasi dari anggota G20 dan lembaga internasional mengingat saat ini dunia sedang diperhadapkan dengan isu ekonomi global pasca dampak dari pandemi covid-19 dan juga ketegangan geopolitik, termasuk perang di Ukraina. Selanjutnya, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 akan melanjutkan dialog dalam Pertemuan Ketiga FMCBG yang akan diselenggarakan di Bali pada tanggal 15-16 Juli 2022 mendatang. Tentunya, seluruh rangkaian perhelatan FMCBG G20 yang akan dilaksanakan selanjutnya diharapkan lebih sukses dan berhasil, serta sejalan dengan harapan Presiden Republik Indonesia bahwa pertemuan FMCBG diharapkan mampu menghasilkan langkah-langkah sinergis dan kolaboratif yang konkret, yang segera bisa dilaksanakan, dan segera tampak hasilnya.

Penulis ; Boston.