Tual News – Kinerja Tim Pengawasan Orang Asing ( Tim Pora ) Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara, dikoordinir langsung Kantor Imigrasi Kelas II Tual selama ini hanya sekedar isapan jempol dan menghabiskan keuangan negara, buktinya empat puluh Warga Negara Asing ( WNA ) asal Thailand, Myanmar, dan Laos sudah puluhan tahun berdomisili di Desa /Dusun, memiliki dokumen kependudukan ganda sebagai WNI, namun tidak ada deteksi dini, atau sengaja dibiarkan.
Berdasarkan data yang dihimpun Media Tual News, 40 WNA yang tinggal dan menetap di Desa / Ohoi Kabupaten Malra dan Kota Tual, sudah kawin / menikah, serta memiliki anak.
“ 40 WNA di Kota Tual dan Malra, sudah punya Nomor Induk Kependudukan ( NIK ) KTP dan Kartu Keluarga ( KK ) sebagai Warga Kepulauan Kei, menggunakan nama dan marga Kei terdaftar resmi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, serta nama mereka tercatat resmi dalam Daftar Pemilih Tetap ( DPT ) Kabupaten Malra dan Kota Tual pada Pemilukada Bupati / Walikota, Pilgub Maluku 2018, termasuk Pilpres dan Pileg 2019, “ Ungkap Sumber resmi media ini.
Puluhan ABK eks kapal asing Thailand itu masuk di Indonesia, melalui jalur laut dan tidak memiliki dokumen keimigrasian seperti paspor dan visa. Rata – rata 40 WNA itu dipekerjakan oleh PT. Wijaya, PT. Pusaka Bahari dan PT. Alsum, perusahan perikanan Thailand yang memiliki kantor cabang di Kota Tual tahun sejak tahun 1995.
Kedatangan puluhan WNA yang dipekerjakan sebagai ABK kapal ikan asing Thailand, selain tidak mengantongi dokumen resmi keimigrasian, mereka juga membawah masuk produk Luar Negeri dari Negara Thailand seperti pakaian dan sendal yang luput dari pengawasan aparat Bea – Cukai Tual.
Rata – rata 40 WNA asal Thailand, Myanmar dan Laos yang sudah menikah dan memiliki anak cucu di Kabupaten Malra dan Kota Tual, beragama Budha. Namun karena perkawinan masuk dengan perempuan Kei, sehingga beralih nama dan marga Kei serta kembali memeluku agama Katolik, Protestan maupun Islam.
Dari hasil identifikasi Media Tual News, dari 40 WNA tersebut, 15 WNA tinggal dan menetap di berbagai Desa / Dusun Kota Tual, sedangkan sisanya 25 WNA berdomisili di Desa / Ohoi Kabupaten Malra, baik di daratan Kei Kecil maupun pulau Kei Besar.
Jumlah 40 WNA yang baru teridentifikasi keberadaanya oleh Kantor Kesbagpol Kota Tual akhir tahun 2021, kemungkinan besar makin bertambah, pasalnya masih banyak WNA yang tersembunyi.
Puluhan WNA itu masuk di Kota Tual dan Malra diantara tahun 1995 – 2000. Ada yang bekerja sebagai karyawan biasa, Kep Pembantu ABK, dan juru mesin. Namun pasca Perusahan Ikan asal Negara Thailand seperti PT. Alsum, PT. Wijaya dan PT. Pusaka Bahari, hengkang dari Nuhu Evav, perusahan perikanan yang meraup keuntungan besar dengan mengambil potensi ikan di perairan laut Arafura tersebut, menelantarkan mereka.
Alhasil, setelah sekian lama tinggal dan berkenalan dengan perempuan Kei, akhirnya menjalin hubungan perkawinan, lalu mengantongi identitas kependudukan resmi sebagai warga pribumi Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara.
Kalau sudah seperti ini, maka Pemerintah harus hadir untuk memperjelas status kewarganegaraan puluhan WNA di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, sehingga kejadian yang menimpa Tamtama TNI, Hens Songjanan, karena status ayahnya sebagai WNA Myanmar, tidak menjadi persoalan dikemudian hari bagi puluhan WNA lainya yang sudah berkeluarga, memiliki anak dan cucu, serta mengantongi identitas kependudukan resmi sebagai WNI seperti KTP dan KK.
( Penulis : Nery Rahabav – Media Tual News )