Tual News – Hingga saat ini Kantor Desa Taar, Kecamatan Dullah Selatan, Kota Tual yang disegel warga masyarakat, dengan menanam tanda larangan adat Kei ( Sasi – red ) sejak minggu kemarin belum dicabut. Anehnya belum ada sikap tegas wakil rakyat Kota Tual, khususnya Komisi I DPRD Kota Tual untuk mengundang pihak terkait dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pantauan tualnews.com, actifitas Pemerintahan Desa Taar, hingga sabtu ( 12/2/2022 ) berjalan ditempat, lantaran pintu depan Kantor dipalang dengan kayu dan tertanam daun kelapa putih yang merupakan simbol adat Kei yaitu sasi ( hawear – red ).
Warga Desa Taar menuntut Pemkot Tual melalui Dinas PMD untuk segera menggelar Pemilihan Kepala Desa Taar, baru sasi di Kantor Desa itu dicabut. Warga Desa Taar dalam tuntutanya menyesalkan sikap Komisi A DPRD Kota Tual yang belum menindaklanjuti aspirasi warga, ketika mereka beraudensi bersama tanggal 18 agustus 2021 di Kantor DPRD Kota Tual.
“ surat kami tanggal 03 maret 2020, kurang lebih satu tahun, perihal pernyataan sikap masyarakat Desa Taar, terkait mandeknya proses pilkades, ditindaklanjuti dengan RDP bersama Dinas PMD dan Komisi A DPRD Kota Tual tanggal 18 agustus 2021, namun hingga kini belum ada langkah konkrit, “ kesal warga dalam surat pernyataan sikap kedua yang ditandatangani, 06 Januari 2022.
Kata warga, kalaupun alasan belum terlaksana pilkades Kota Tual, karena terhambat proses pemberlakuan perda Desa adat Ohoi atau Finua dan perda pendukung lainya, bagi mereka itu alasan klasik untuk selalu menunda – nunda proses pilkades.
“ kami dengan tegas ingatkan, agar penundaan pilkades yang terjadi, tidak ada faktor kesengajaan untuk membenturkan proses pilkades, dengan proses tahapaan pemilu legislatif ( pileg) dan pilkada, “ pintah warga.
Sementara itu Anggota DPRD Kota Tual, Jimal Kabalmay, dalam tanggapanya mengaku tuntutan warga Desa Taaar, untuk segera digelar pilkades adalah benar, sebab empat buah ranperda pilkades sudah ditetapkan DPRD Kota Tual sebagai peraturan daerah ( Perda ).
“ empat buah ranperda pilkades Kota Tual, sudah ditetapkan sebagai Perda dan sudah sesuai mekanisme, serta berbagai tahapan sudah dilalui antara DPRD, Pemkot Tual, Pemprov Maluku, bahkan hearing dialog bersama masyarakat, baru ditetapkan melalui paripurna DPRD Kota Tual, “ ungkap Ketua DPC Partai Hanura Kota Tual.
Menurut Kabalmay, tugas dan fungsi DPRD sudah selesai dan sudah menyerahkan empat buah perda pilkades Kota Tual itu kepada Pemkot Tual untuk dilaksanakan.
“ Jadi kalau perda sebagai payung hukum sudah ada, maka tidak ada alasan pilkades serentak di kota Tual , harus segera dilaksanakan, “ pintah wakil rakyat Kota Tual yang selalu getol menyuarakan aspirasi masyarakat di Kota Tual tersebut.
Pilkades Kota Tual Ditunda Karena Berbagai Faktor
Sementara itu pendapat berbeda, disampaikan Kepala Dinas PMD Kota Tual, Gufroni Rahanyamtel, ketika dikonfirmasi tualnews.com, desember 2021 lalu terkait pilkades Kota Tual tahun 2021 lalu.
“ pelaksanaan Pemilihan langsung Kepala Desa ( Pilkades ) di Kota Tual tahun 2021, tertunda sebab masih terkendala beberapah hal, “ ungkapnya.
Dikatakan, pelaksanaan pilkades mengacu pada Permendagri 112 tahun 2018, namun karena di Kota Tual sudah mengesahkan perda tentang penataan desa Adat, Raschap, Badan Saniri Ohoi ( BSO ) dan Perda pemilihan Kades, maka pihaknya tetap mengacu pada perda adat pemilihan kepala ohoi atau Finua.
“ benar, empat perda adat itu sudah disahkan DPRD Kota Tual, namun secara administrasi masih ada tahapan – tahapan yang harus dilalui, salah satunya perubahan status desa administrasi ke desa adat, “ jelas Kadis PMD Kota Tual.
Rahanyamtel mengaku, sampai saat ini status 27 desa di Kota Tual masih menggunakan kode desa administrasi dari Kementrian Dalam Negeri ( Kemendagri ).
“ untuk menuju desa adat, salah satu tahapan yang harus diselesaikan adalah batas desa adat, dan kami sudah selesaikan batas desa adat di 27 desa Kota Tual, “ ungkap Kadis PMD Kota Tual.
Menurut Rahanyamtel, setelah pihaknya selesai menetapkan batas desa adat, nanti ada verifikasi dari Kemendagri dan Pemprov Maluku.
“ Proses ini final di tahun 2022, yakni pada forum klarifikasi, sebelum ada ini nanti ada verfifikasi Pempus dan Pemprov atas batas desa adat tersebut. Jadi mereka akan lakukan uji petik lapangan ataukah dokumen ini kami bawah ke pusat untuk lakukan koreksi, itu pengaturan lebih lanjut, “ terangnya.
Kata dia, kalau masih ada hambatan terkait batas desa adat, maka solusinya pada Perda payung provinsi.
“ kami berharap masyarakat dapat memahami penundaan pemilihan kepala ohoi atau finua di Kota Tual, tidak ada unsur kesengajaan, namun kami ingin laksanakan perda pilkades berdasarkan regulasi yang ditetapkan. Kalau tidak berdasarkan perda adat, kita sudah laksanakan pilkades serentak kota Tual sejak tahun 2019, “ harap Kadis PMD Kota Tual. ( TN )