Tual News – Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) RI kembali meraih penghargaan sebagai ‘Lembaga Informatif’ Tahun 2021. Penghargaan ini diberikan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin kepada Sekretaris Jenderal Bawaslu di Jakarta, Selasa (26/10/2021) melalui acara jaringan (daring).
Dalam siaran Pers Humas Bawaslu RI, yang diterima tualnews.com, Ketua Bawaslu, Abhan mengapresiasi kerja sama seluruh jajaran di Bawaslu dalam mempertahankan peringkat lembaga informatif tahun ini.
“Anugerah ini adalah bukti komitmen kuat Bawaslu untuk terus meningkatkan layanan informasi kepada publik” tandasnya.
Kata Abhan, bukan hanya mempertahankan predikat ‘lembaga informatif’, Bawaslu juga memberikan yang terbaik dalam penilaian KI.
“ Nilai yang diterima Bawaslu meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2020, Bawaslu meraih nilai 96,6. Sedangkan Tahun 2021 ini, KI menyatakan nilai yang diraih Bawaslu meningkat 1,9, yaitu 98,50, “ ungkapnya.
Dikatakan, dengan raihan prestasi itu, Bawaslu menjadi lembaga non-struktural paling informatif tahun 2021.
“ Itu artinya Bawaslu berada di peringkat pertama dalam kategori lembaga non-struktural yang dievaluasi dan dimonitoring oleh Komisi Informasi Pusat. Peringkat pertama sebagai lembaga non-struktural yang paling informatif ini sesuai dengan slogan layanan informasi publik Bawaslu yaitu Bawaslu Terbuka, Pemilu Terpercaya,” Terangnya.
Ketua Bawaslu mengaku, awal perjuangan Bawaslu dimulai dari tahun 2015, yakni Bawaslu mendapat predikat tidak informatif dengan skor 35,92. Lalu, pada 2016 menjadi cukup informatif dengan skor 66,77, dan tahun 2017 Bawaslu kembali mendapat predikat cukup informatif dengan skor 79,05.
“ Baru pada 2018, predikat informati diraih Bawaslu dengan skor 90,66, sampai Tahun 2019 & 2020 predikat tersebut masih melekat di Bawaslu, “ ujarnya.
Ketua Bawaslu merinci, predikat sebagai lembaga informatif diterima Bawaslu mulai dari tahun 2018. Kemudian, Bawaslu berhasil mempertahankan predikat itu empat tahun berturut – turut yakni tahun 2018, 2019, 2020, dan 2021.
“ Keberhasilan Bawaslu ini juga mendapatkan apresiasi dari Komisi Informasi, karena Bawaslu mampu mempertahankan keberhasilan sebagai lembaga informatif secara berturut-turut selama empat tahun, “ urainya.
Untuk diketahui, tahapan monitoring dan evaluasi yang dilakukan Komisi Informasi Pusat pada tahun ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain:
- sosialisasi program secara virtual ke badan-badan publik pada 15-16 Juni 2021;
-
pengisian kuesioner pada 23 Juni-9 Agustus 2021;
-
verifikasi oleh Tim Koreksi pada 2 Juli-9 September 2021;
-
presentasi oleh badan publik 11-14 Oktober 2021; dan
-
pengumuman hasil atau acara Anugerah Keterbukaan Informasi Publik pada 26 Oktober 2021.
Sedangkan penilaian yang dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat terdiri dari lima kategori yaitu:
- Informatif untuk lembaga yang memperoleh skor 90-100,
-
Menuju Informatif dengan skor 80-89,9,
-
Cukup Informatif 60-79,9,
-
Kurang Informatif 40-59,9; dan
-
Tidak Informatif kurang dari 39,9.
Bawaslu Terpilih menjadi Presiden Global Network
Beberapa hari sebelumnya, Bawaslu terpilih sebagai Presiden Global Network on Electoral Justice Network (GNEJ) untuk periode 1 Januari 2022 hingga 31 Desember 2023 menggantikan Republik Dominika (Superior Electoral Court of the Dominican Republic).
Sebelumnya, Bawaslu terpilih sebagai Wakil Presiden GNEJ dari perwakilan Asia yang sebelumnya sudah disandang sejak tahun 2020.
Sidang Paripurna Keempat GNEJ yang diselenggarakan secara daring pada 21 – 22 Oktober 2021 itu membahas tema global tentang “Demokrasi dan Korupsi” dari perspektif khusus tentang “Mekanisme perwakilan”, “Teknologi dan Disinformasi”, “Kemandirian Peradilan di tengah pandemi”, dan “Proses Pemilihan selama COVID-19”.
Pada saat pemilihan Presiden, 187 anggota GNEJ yang berasal dari Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Mahkamah Pemilu, Pengawas Pemilu, para akademisi, dan pegiat pemilu.
Dari berbagai negara yang memfokuskan diri kepada keadilan pemilu menyatakan ‘setuju’ kepada Bawaslu RI.
“Seluruh ‘governing council’ GNEJ menyatakan setuju atas terpilihnya Bawaslu sebagai Presiden GNEJ. Ada pun agenda pembahasan pada rapat GNEJ pada 21 – 22 Oktober 2021 ini di antaranya adalah pembahasan tentang tantangan yang dihadapi berbagai negara dalam menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi covid-19,” tuturnya saat mendampingi Ketua Bawaslu Abhan dan Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro yang turut menghadiri pertemuaan keempat GNEJ secara virtual, Kamis (21/10/2021).
Selain Indonesia, hadir pula beberapa Wakil Presiden GNEJ, yaitu Afrika Selatan untuk perwakilan Afrika, Kolombia untuk perwakilan Amerika, Spanyol untuk perwakilan Eropa.
Pada 4 Maret 2021, GNEJ sudah menggelar rapat membahas beberapa agenda seperti kalender agenda virtual, pertukaran pengalaman, dan informasi terkait pemilu antarnegara di dunia, sekaligus menyetujui untuk berkontribusi bersama menyediakan platform pertukaran informasi.
Lima Tantangan Demokrasi pada Masa Pandemi
Didalam forum sidang paripurna GNEJ, Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan lima tantangan demokrasi pada masa pandemic Covid-19.
Tantangan pertama, Kata Ketua Bawaslu, apabila para pemimpin politik tak menghormati hasil pemilu atau menyerahkan kekuasaan secara damai.
“Penolakan ini dapat menyebabkan kemunduran demokrasi. Apatisme pemilih dan ketidakpercayaan terhadap institusi politik tradisional, khususnya partai politik, masyarakat mencari dialog alternatif dan jalur keterlibatan politik yang didukung oleh teknologi baru,” sebutnya.
Kedua, lanjut Abhan, fakta praktek korupsi masih terjadi di negara dengan sistem demokrasi menimbulkan pertanyaan.
“ mungkinkah demokrasi tanpa korupsi?, tingginya angka korupsi di negara yang menganut kerangka sistem demokrasi bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi akuntabilitas, transparansi, dan keadilan,” ujarnya.
Abhan optimis, terselenggaranya pemilu berkualitas dapat menghasilkan aktor politik terpilih yang akuntabel, profesional, dan berintegritas.
Dia mengakui, kualitas pemilu bisa diperkuat dengan pelibatan partisipasi masyarakat sipil.
” Mereka (masyarakat) bisa terlibat dalam pemantau pemilu seperti di Indonesia,” terangnya.
Sementara tantangan ketiga, menurut Ketua Bawaslu, yakni tingginya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi, namun tidak berbanding lurus dengan kepercayaan terhadap partai politik dan lembaga legislatif.
Kondisi tersebut, jelas Abhan, menunjukkan bahwa lembaga perwakilan yang ada belum dapat menjalankan fungsi secara maksimal di mata masyarakat.
“Akibatnya penerapan demokrasi lebih bersifat prosedural. Bahkan, prinsip kesetaraan gender yang telah ditegakkan oleh regulasi dalam menjamin hak pilih keterwakilan perempuan belum berbanding lurus dengan elektabilitas perempuan di legislatif,” bebernya.
Ketua Bawaslu melanjutkan tantangan keempat berkaitan fenomena pandemi covid-19 yang mempengaruhi proses demokrasi di berbagai negara. Dirinya menyatakan, hal ini membuat beberapa negara menyikapi demokrasi dengan tetap melaksanakan pemilu, menjadwal ulang, atau menunda pelaksanaannya.
“Indonesia telah menyelenggarakan pilkada di masa pandemi covid-19 dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan menjamin hak politik pemilih dengan menyesuaikan regulasi. Dari pengalaman tersebut, Indonesia dapat memetakan isu Pemilu Serentak 2024 jika masih dalam kondisi pandemi covid-19, “ tegas Ketua Bawaslu. ( TN )