LSM Ajuhkan Uji Materil UU Narkotika di MK

Perwakilan tim kuasa hukum koalisi masyarakat sipil “ advokasi narkotika untuk pelayanan kesehatan “ dari kiri ke kanan, dio ashar wicaksana, s. H, ma’ruf s. H, maria tarigan s. H, singgih tomi gumilang, s. H dan erasmus abraham todo napitupulu, s. H
Perwakilan Tim Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Sipil “ Advokasi Narkotika Untuk Pelayanan Kesehatan “ dari kiri ke kanan, Dio Ashar Wicaksana, S.H, Ma’ruf S.H, Maria Tarigan S.H, Singgih Tomi Gumilang, S.H dan Erasmus Abraham Todo Napitupulu, S.H

Tual News – Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional, LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia bersama tiga orang ibu dari anak-anak Cerebral Palsy, yakni penyakit lumpuh otak yang mengakibatkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh, mengajukan permohonan Uji Materil UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi ( MK ).

Dalam Siaran Pers yang diterima tualnews.com, Kamis ( 19/11/2020 ), para pemohon berdalil bahwa pelarangan penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan melalui ketentuan Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika telah bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin hak warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H ayat 1) dan manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 26C ayat 1).

Koalisi Masyarakat Sipil “Advokasi Narkotika untuk Pelayanan Kesehatan” yang terdiri ICJR, Rumah Cemara,  LBH Masyarakat,  IJRS, Yakeba, EJA, dan LG, menyebutkan kalau para pemohon perseorangan yang terdiri dari tiga orang ibu  itu, masing-masing anaknya didiagnosa dengan Cerebral Palsy.

“  salah satu anak tersebut sempat membaik kondisi kesehatannya setelah mendapatkan terapi ganja dengan sistem pengasapan (bakar dupa) dan pemberian minyak ganja (Cannabis/CBD Oil) di Australia. Namun ketika berada di Indonesia, pengobatan tersebut  tidak dapat dilanjutkan “ Ungkapnya.

Kata LSM, pengobatan itu tidak berlanjut, karena adanya larangan penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan di Indonesia.

“ Ini yang  jadi penghalang bagi mereka untuk mendapatkan pengobatan sehingga kualitas kesehatan dan kualitas hidup anak-anaknya yang didiagnosa dengan Cerebral Palsy tidak dapat diperbaiki/ditingkatkan hingga taraf semaksimal mungkin yang dapat dijangkau “ Sesal Koalisi Masyarakat Sipil.

Selain pemohon perseorangan, beberapa lembaga Non-Pemerintah juga bergabung sebagai para pemohon dalam uji materil ini yakni ICJR, LBH Masyarakat, dan Rumah Cemara yang selama ini banyak menyoroti masalah pengaturan dan penegakan UU Narkotika.

Koalisi LSM menyoroti, pasal-pasal karet dalam UU Narkotika yang perumusannya sangat luas dan multitafsir, sebab  telah digunakan  aparat penegak hukum untuk menyasar orang-orang yang menggunakan narkotika meskipun dengan tujuan pengobatan.

“ Hal ini seperti terjadi dalam kasus Fidelis pada tahun 2017 di Sanggau serta kasus terbaru yang sempat muncul yakni kasus Reyndhart Rossy N. Siahaan pada Mei 2020. Padahal dalam UU Narkotika khususnya Pasal 4 huruf a sebenarnya telah ditekankan bahwa tujuan pembuatan undang-undang ini agar  menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan juga pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi “ Sorotnya.

Para pemohon meminta MK,  agar mencabut Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika dan menyatakan pelarangan penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan bertentangan dengan Konstitusi.

“ Selain itu, kami  juga minta Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika untuk diubah dengan mencabut defenisi Narkotika Golongan I menjadi dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan/terapi, dengan tetap menyebutkan potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan “ Pintahnya.

Koalisi Masyarakat Sipil berharap, pengajuan uji materil ini diharapkan dapat membuka ruang-ruang penelitian ilmiah untuk menekankan kembali ide dasar pemanfaatan narkotika yakni untuk kepentingan kesehatan.

“ Hal ini juga dapat dilihat sebagai kritik  keras terhadap penerapan kebijakan narkotika di Indonesia yang saat ini terlampau berat pada metode penegakan hukum pidana “  Sinis mereka.

Dikatakan, kebijakan narkotika sudah saatnya mulai dievaluasi dan diarahkan untuk lebih memperhatikan aspek kesehatan masyarakat dan diambil berbasiskan bukti ilmiah (evidence-based policy).

“ Untuk itu, ketentuan pelarangan penggunaan semua jenis narkotika termasuk Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dalam UU Narkotika ini perlu dihapus supaya dapat memfasilitasi dan mendorong adanya penelitian-penelitian klinis yang berorientasi untuk menggali pemanfaatan narkotika di Indonesia “ Pintah Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia. ( TN )