Langgur Tual News – Salah satu Tokoh Adat Ohoi Kolser, Kecamatan Kei Kecil, Engelbertus Kelanit mengusulkan kepada Para Raja di Kepulauan Kei dan Pemkab Malra agar menghapus Hawear Balwirin Nen Dit Sakmas, karena pencetus Hukum Adat Larvul Ngabal pertama kali masuk di Nuhu Evav dari Bukit Masbait.
Kepada tualnews.com, Kelanit mengaku Hukum Adat Kei Larvul Ngabal datang dari Bali dan pertama kali diikrarkan oleh delapan bersaudara di Bukit Masbait.
“ Hukum Adat itu berlaku dari Leluhur delapan bersaudara Bukit Masbait sampai kepada tiga Generasi Raja, sebelum Ur Siw Lorlim memasuki Evav, tidak ada konflik dan kekacauan, namun setelah kehadiran Ur Siw dan Lor Lim di Kepulauan Kei, konflik dan kekacauan berkelanjutan sampai saat ini “ ungkapnya.
Diakui, konflik yang terjadi sampai sekarang di Kepulauan Kei, karena Hukum Adat Larvul Ngabal bertentangan dengan Hukum Adat Ur Siw Lor Lim.
“ Hukum Adat Ur Siw dan Lor Lim dikenal dengan hukum rimba, siapa kuat dia berkuasa, hal ini bertentangan dengan Hukum Adat Larvul Ngabal sejak tiga Generasi Raja Bukit Masbait di Kepulauan Kei “ Tutur Engelbertus Kelanit.
Menurut Kelanit, sejak kedatangan Ur Siw Lor Lim, mereka berperang untuk menguasai barang milik orang lain, lalu kemudian diadakan pengangkatan Raja – Raja di Kepulauan Kei. “ Sehingga sejak saat itu sampai sekarang, kehidupan masyarakat Nuhu Evav tidak nyaman, jadi namanya Hawear Balwirin itu terbagi atas lima bagian yakni Hawear Yoot, Hawear Mitu, Hawear Karvenan, Hawear Minan dan kelima Hawear Leen. “ Jelasnya.
Dikatakan, Hawear kelima yaitu Leen yang digunakan Nen Dit Sakmas, namun kata Kelanit Dit Sakmas juga salah menggunakan Hawear Leen tersebut.
“ Hawear Leen ini dia melayang, fungsinya harus ditempatkan dimana ?, tapi Hawear ini digunakan Nen Dit Sakmas sebagai alat untuk melindungi dirinya sepanjang perjalanan sesuai sejarah Nen Dit Sakmas “ ujarnya.
Kelanit menjelaskan, Hawear Dit Sakmas selama ini salah digunakan, karena Hawear Leen tersebut hanya pada ujung daun kelapa, dianyam sebagai Sasi ( Hawear – tanda larangan ) dan tempatnya kalau dipasang didepan rumah, Sasi tersebut diikat pada tangkai buah, ini pertanda bahwa buah lain bisa diambil, tapi buah yang terikat diujung Sasi depan rumah tidak bisa diambil.
“ kalau saya menilai bagaimana sampai Hawear Dit Sakmas dari Letvuan, karena dari Ohoivur Dit Sakmas melakukan perjalanan ke Wain, disana dia buat perbekalan, kemudian meneruskan perjalanan sampai di Danar, tujuan Dit Sakmas ke Danar, membawah Hawear tersebut, yang ditaru di Silooy, untuk kawin dengan Hilaai Kasdew di Danar, sedangkan Kasdew tidak pernah kenal dan tanya Dit Sakmas, lalu sampai di Danar Dit Sakmas tinggal dirumah keluarga, sementara Hilaai Kasdew tinggal dirumahnya, bagaimana kita mau angkat Hawear tersebut sebagai pusat Hawear Balwirin di Kepulauan Kei, ini akibatnya wanita cari laki – laki, bukan laki – laki cari perempuan, jadi kalau Hawear Balwirin terus diangkat di Kepulauan Kei, maka Nuhu Evav ini akan hancur “ Tegas Kelanit.
Untuk itu dirinya minta kepada Para Raja di Kepulauan Kei untuk menghapus Hawear Balwirin dari Nuhu Evav, karena Hawear ini sudah berlaku sejak tiga Generasi Raja di Bukit Masbait, tidak seperti yang dibuat oleh Generasi saat ini yang mempertahankan Hawear Dit Sakmas.
“ Ini adalah usul dan saran saya, Bapak Engelbertus Kelanit, kalau ada Para Raja di Kepulauan Kei maupun para Tokoh Adat yang tidak sependapat, saya persilahkan “ pintah Kelanit. Kelanit berharap, Pemkab Malra melalui Bupati Malra, M. Thaher Hanubun dapat mengumpulkan para Raja, dan Tokoh Adat di Kepulauan Kei untuk duduk bersama dalam meluruskan Hukum Adat Kei Larvul Ngabal.( team tualnews.com )