Timika, Tual News – Rapat Pleno Terbuka Penetapan Hasil Pemilihan Umum Legistlatif 2019 yang digelar KPU Kabupaten Mimika, Kamis malam (1/8 ) diwarnai aksi kericuhan, mengakibatkan tujuh orang diamankan Polres Mimika.
Namun dibalik aksi interupsi menyampaikan pendapat yang merupakan hak demokrasi setiap warga negara, aparat keamanan Polres Mimika bertindak cepat mengamankan para pelaku keluar dari ruang Pleno KPU Mimika.
Berdasarkan rilis yang diterima tualnews.com beberapah Calong Anggota DPRD Kabupaten Mimika, menyebutkan kalau interupsi yang dilakukan para Caleg dari Partai Politik, disaat Rapat Pleno terbuka KPU Mimika, memprotes Keputusan KPU Mimika, karena dari nama – nama anggota DPRD Kabupaten Mimika yang ditetapkan KPU Mimika, delapan puluh persen didominasi warga pendatang, bukan warga asli Mimika Papua.
Caleg Partai Nasdem, Johanis Kemo, mengaku pasca mendengar hasil keputusan yang dibacakan KPU Mimika, dirinya berlinangan air mata.
“ Saya akan berangkat dan bicara dengan Presiden RI, Bapak Jokowi karena kami sangat kecewa dengan keputusan KPU Mimika, bayangkan dari 35 kursi anggota DPRD Mimika, 80 % didominasi warga pendatang dari Jawa, Makasar, Toraja, dan Buton, lalu kami orang asli Papua dimana “ Kesal Kemo.
Kemo mempertanyakan dimana kebijakan Otonomi khusus orang Papua, harus ada kebijakan Bapak Presiden Jokowi dan KPU RI dalam melihat hal ini. “ Mimika daerah konflik, jadi harus ada orang Papua yang duduk di kursi Legislatif, dimana otonomi khusus, harus ada kebijakan KPU dan pemerintah, kami sakit hati, karena ini pelecehan terhadap orang Asli Papua “ Ujarnya.
Caleg Nasdem ini minta Jokowi turun tangan melihat Keputusan KPU Mimika, karena tidak ada orang Papua yang duduk di kursi DPRD Mimika. “ Dimana pak Jokowi ?, kami sangat kecewa, teman – teman kami dibawah ke polisi, padahal UU menjamin setiap warga Negara keluarkan pendapat, Bapak Kapolri tolong lihat Kapolres Mimika, kami minta merdeka, sebab hak politik kami dicabut “ Tandas Kemo dengan suara lantang.
Kemo yang juga Tim Sukses Pemenangan Presiden RI, Joko Widodo ini menyatakan penyesalan yang mendalam atas keputusan KPU Mimika, lantaran dari lima Kursi yang diraih Nasdem pada Pileg 2019, setelah penetapan KPU Mimika didominasi warga pendatang.
“ gara – gara begini yang kita mau merdeka, kami kampanye untuk kemenangan Jokowi, tapi hasilnya seperti ini, Timika – Papua daerah Tambang, semua orang datang ambil hasil lalu pergi, kami anak Papua jadi korban, dimana keadilan itu ? “ Tegas Kemo penuh tanda tanya.
Dirinya dengan penuh sinis menyoroti Gubernur Papua, agar jangan hanya berbicara soal Saham PT. Freeport, namun harus memperjuangkan aspirasi masyarakat kecil, seperti yang terjadi sekarang di Kabupaten Mimika. “ Bapak Gubernur dan Kepala Suku tolong lihat, dimana UU Otonomi Khusus Papua, sekarang kami menangis dengan air mata, lima kursi Nasdem bukan orang Hitam Papua “ Pintahnya.
Sementara Caleg Partai PSI Bapak Theo, berharap Presiden RI, Jokowi harus turun tangan, karena orang Papua jadi pintar dan pandai karena belajar dari Bapak Joko Widodo.
“ Kami Tim Sukses Bapak Jokowi pada Pilpres lalu, kerja tanpa uang demi kemenangan Jokowi, saat ini kami hanya butuh Bapak Presiden Jokowi punya hati nurani “ Tandasnya.
Theo juga mempertanyakan UU Otsus Papua, karena keputusan KPU Kabupaten Mimika, kamis malam, menunjukan kalau orang Asli Papua hanya jadi penonton di Negeri sendiri.
“ Sekarang kami jadi penonton setia, tidak ada perwakilan di Legislatif, orang Papua asli jadi korban, sedangkan yang menikmati warga pendatang “ Kesalnya.
Sementara itu berdasarkan informasi yang dihimpun tualnews.com pada rapat Pleno Penetapan KPU Kabupaten Mimika Papua, Kamis malam yang berlangsung ricuh, secara resmi KPU Mimika menetapkan 35 Anggota DPRD Kabupaten Mimika periode 2019 – 2023 melalui Keputusan KPU Mimika Nomor : 15/HK.03.1-Kpt/9019/KPU-Kab/VIII/2019 tentang penetapan calon terpilh Anggota DPRD Mimika.
Dalam SK Penetapan KPU Mimika, sembilan parpol menandatangani berita acara hasil penetapan KPU masing – masing, Partai Gerindra, PKB, PDI – Perjuangan, Golkar, Nasdem, Perindo, PSI, Demokrat dan PBB. Sedangkan Tujuh Parpol menolak keras menandatangani yakni Partai PKS, PAN, Hanura, PKPI, Garuda dan Partai Berkarya.
Anggota DPRD Kabupaten Mimika, Saleh Alhamid kepada tualnews.com mengaku sangat menyesalkan tindakan Polisi yang melakukan pengamanan berlebihan kepada KPU dan Bawaslu Kabupaten Mimika dalam Sidang Pleno Terbuka KPU Mimika, kamis malam.
“ Saya sangat sesalkan tindakan Polisi yang mengamankan salah satu anggota kami dari Partai Hanura, karena UU menjamin hak setiap warga negara mengeluarkan pendapat di muka umum, apalagi ini Rapat Pleno terbuka, masyarakat saja tidak diicinkan masuk untuk menyaksikan, kami dari Parpol yang hadir diminta lima orang perwakilan, itupun diperiksa dengan detektor dari luar sampai masuk ruang sidang Pleno KPU, sebenarnya ini Rapat Pleno terbuka atau tertutup ? “ Kesalnya penuh tanda tanya.
Alhamid yang juga Ketua Komisi B DPRD Mimika mengatakan, hak berdemokrasi di Kabupaten Mimika, dalam hal ini Pemilihan Kepala Daerah maupun Legislatif, dari waktu ke waktu mengalami kemunduran, penyebabnya adalah pihak keamanan ( Piolisi ) dan Penyelenggara pemilu ( KPU & Bawaslu ) masing – masing tidak menjiwai tupoksinya.
“ Ini Pesta Rakyat lima tahun sekali seharusnya semua orang bergembira ria, bukan dilaksanakan dengan penuh rasa ketakutan dan ancaman Penjara “ Sesal Alhamid. ( team tualnews.com )